Bahagia dengan Al-Qur’an: Kekafiran Penutup Kebenaran

Laman Opini UM Metro – Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 6 bahwa, “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Innal lazina kafaru, sesungguhnya orang-orang kafir —yakni orang-orang yang menutup perkara yang hak dan menjegalnya— telah dipastikan hal tersebut oleh Allah akan dialami mereka. Yakni sama saja, kamu beri mereka peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tetap tidak akan mau beriman kepada Al-Qur’an yang engkau datangkan kepada mereka.

Dalam ayat lain Allah juga berfirman,”Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat (azab) Tuhanmu tidaklah mereka akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (Yunus: 96-97)

Demikianlah sifat kufur yang menyebabkan manusia tidak mampu melihat kebenaran, membedakan kebenaran kesalahan, bahkan kekufuran dapat menolak keberadaan Tuhan.

Kekufuran minimal disebabkan dua hal menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, disebabkan karena gengsi (Al-Iba’) dan sombong (Al-Istikbar). Dua penyakit inilah yang menjangkiti iblis yang akhirnya dia menjadi makhluk paling hina di muka bumi pada ia awalnya makhluk termulia.

Rasa gengsi adalah sifat yang muncul karena kebanggaan akan segala capaian, iblis merasa telah beribadah puluhan ribu tahun sebelum Adam AS, akan tetapi ketika Allah SWT perintahkan untuk sujud mengakui kemuliaan Adam AS maka iblis menolak.

Rasa gengsi inilah yang banyak mengenai para ilmuwan yang mendapatkan capaian prestasi luar biasa, akhirnya menolak kebenaran dari siapapun bahkan dari kitab sucinya. Karena dia merasa memiliki kemampuan untuk memproduk karya sebanding dengan apa yang ada dalam kitab suci.

Orang yang kaya raya, merasa telah mendapatkan capaian prestasi duniawi, sehingga dia beranggapan dengan hartanya dapat melakukan apa saja, sehingga dia merasa gengsi dan tidak membutuhkan apapun, nasihat dari siapapun dan dari manapun.

Begitu juga para penguasa yang telah mampu mencapai prestasi kekuasaan, dia akan mampu melakukan apapun dengan perintahnya, sehingga dia gengsi mau mendengarkan segala kebaikan dari siapapun.

Yang kedua adalah kesombongan, kesombongan adalah merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Kesombongan muncul karena dia merasa lebih besar, lebih baik dan lebih segala-galanya dari orang lain.

Kesombongan manusia tertinggi adalah ketika dia telah berani mengambil sifat Allah SWT, kalau zaman dahulu sering disebutkan kisah raja-raja yang mengaku Tuhan.

Saat ini banyak manusia dengan IPTEKS mencoba mengambil sifat Allah, seakan ilmu pengetahuan mampu berbuat melampaui kuasa Tuhan, bahkan mereka tak pernah mengakui Tuhan.

Capaian Ilmu Pengetahuan yang luar biasa memang mampu menjadikan manusia pada prestasi-prestasi luar biasa, tapi jangan sampai melupakan bahwa semua adalah kehendak Allah SWT. Setinggi apapun ilmu pengetahuan yang ada, hendaknya jangan sampai menutup celah Tuhan, karena celah itu yang membuka adalah ketawaduan kita.

Ketika celah ke Tuhan terbuka maka akan masuk nas-hat-nas-hat kebaikan dan hidayah Allah SWT. Akhirnya akan melahirkan jiwa-jiwa ilmuwan profetik, yang mereka akan menghadirkan kekuasaan bertauhid, dan kesejahteraan berkeadilan.

Perjuangan menghadirkan celah celah Tauhid dalam ruang kunci peradaban yaitu IPTEKS sangat luar biasa, karena semakin tebalnya gengsi dan kesombongan para pelaku peradaban. Akan tetapi hal itu hendaknya diwujudkan sebagaimana Musa AS melawan Firaun, Ibrahim AS melawan Namrud, Muhammad SAW melawan kejahilan saat itu sampai cahaya tauhid peradaban terbuka luas, dan kebaikan demi kebaikan hadir di negeri ini.

Penulis : Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)