
Sistem yang Penuh Dukungan
Opini UM Metro – Beberapa waktu lalu, sebuah tim sepakbola berkeluh – kesah. Timnya sering kalah saat menjalani pertandingan di masa pandemi.
Sang pelatih menyalahkan ketiadaan suporter yang mendukung tim mereka. Saking pentingnya dukungan suporter. Bahkan suporter mereka anggap sebagai anggota tim ke-12. Anggapan ini sudah jadi hal biasa dalam sepak bola.
Sebenarnya, apasih yang dilakukan oleh supporter sepak bola? Mengapa dukungan mereka terasa begitu penting ? Padahal yang mereka lakukan hanya berteriak atau memberikan tepuk tangan.
Dalam teori psikologi sosial, ternyata, manusia sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan sosialnya. Teori dukungan sosial, pertama kali dicetuskan oleh Don Drennon-Gala dan Francis Cullen. Teori keduanya berpusat pada preposisi bahwa segala macam instrumen, informasi dan dukungan emosional dari lingkungan dapat mempengaruhi peforma ataupun prilaku manusia.
Segala macam dukungan positif suporter inilah yang terkadang, mampu meningkatkan peforma sebuah tim sepak bola. Konsep teori dukungan sosial ini, sebenarnya, tidak hanya berlaku pada tim sepak bola. Namun berlaku pada semua setting kehidupan manusia.
Pada setting organisasi misalnya. Walau terlihat sepele, prilaku suportif ini, mungkin bisa memberi pengaruh besar pada peforma sebuah organisasi, ataupun peforma dari anggota organisasi tersebut.
Contoh lebih sederhana, pada group whatsapp (WA) misalnya. Ada group-group WA yang suportif ada juga yang tidak suportif. Tergantung dari budaya yang dianut oleh tiap group WA tersebut.
Ada group WA, ketika ada capaian prestasi dari salah satu anggotanya, anggota yang lain tidak pelit memberikan apresiasi dan dukungan. “Selamat”. “Nderek Binggah (ikut senang)”. “Sukses”. Celetukan yang biasa diberikan aggota group WA, jika ada posting dari prestasi dari anggota yang lain. Mungkin ini, yang memicu anggota organisasi dari group WA tersebut, terus berprestasi. Sehingga tidak disadari, prestasi di organisasi tersebut, sudah jadi hal biasa. Membudaya.
Namun ada juga group wa yang sebaliknya. Ketika ada capaian dari anggotanya, anggota yang lain, sangat berhati-hati memberikan apresiasi ataupun dukungan. Apresiasi dan dukungan mungkin dianggap sebagai hal yang sakral. Tidak bisa sembarangan diberikan pada anggota group yang lain. Meskipun dia, telah berprestasi. Justru terkadang image negatif yg diberikan. Ibarat tim sepakbola, tidak ada suporternya (pemberi dukungan). Atau bahkan, ada suporternya, tapi suporter justru mencaci timnya sendiri.
Berbedanya iklim tiap group wa, tentunya akibat berbedanya budaya organisasi dari group wa tersebut. Sekilas tentang budaya sebuah organisasi. Budaya dibentuk oleh perilaku tiap anggota organisasi, disetujui oleh mayoritas anggota organisasi tersebut, dan terjadi secara konsisten. Jadilah kebiasaan yang membudaya.
Jadi tidak aneh, budaya tiap organisasi berbeda-beda, karena orang didalamnya juga berbeda-beda. Ada yang punya budaya memberikan dukungan sosial bagi anggotanya yang berprestasi. Ada juga yang baru memberikan dukungan sosial ketika salah satu anggotanya mengalami musibah. Contoh ekstrimnya, kematian misalnya. Jadi kalo mau mendapatkan dukungan sosial, anggota dari kelompok tersebut, harus mati dulu.
Penulis: Dr. Satrio Budi Wibowo, M.A. (Dosen BK UM Metro)