Profetika Kurban: Legacy Peradaban

Profetik UM Metro – Maka, ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).104) Lalu Kami panggil dia: “Wahai Ibrahim! 105) sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik 106) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” 107) “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108) Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 109) “Selamat sejahtera bagi Ibrahim.” 110) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111) Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman (surat shaffat ayat 103-111).

Berbicara tentang warisan (legacy) sangat menarik, ada pribahasa anak SD dahulu, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.

Tetapi ada juga yang mengatakan” apalah arti sebuah nama! Tetapi bagaimana Al-Qur’an memandang akan legacy ini.

Kewajiban manusia adalah berbuat baik dan memberi manfaat dalam kehidupan, tidak perlu mengharapkan nama di hadapan manusia. Tugas manusia adalah menanam pohon peradaban, dengannya akan berbuah dan dahanya rindang menaungi kehidupan, cukup pewaris sesudahnya yang akan mengenang, bukan karena kita berharap akan itu. Cukup berbuat sesuai dengan profesi kita, prosesional (itqan) dan mengukur sisi kemanfaatannya dalam kehidupan, bukan kesenangan pribadi kita (pengorbanan).

Berharap dikenang adalah manusiawi, dikenang segala kebaikannya dan manfaatnya, bahkan namanya diabadikan dalam tinta emas sejarah.

Akan tetapi rasa itu hendaknya harus dikalahkan dengan fokus pada optimalisasi peran sebagai hamba Allah SWT dan Khalifah-Nya, sehingga yang ada adalah ketaqwaan totalitas, dari situlah akan melahirkan legacy peradaban, walau tanpa diminta.

Sejarah telah membuktikan, bagaimana Nabi Ibrahim as, Ismail as dan hajar as, mewariskan nilai peradaban yang sangat luar biasa kepada manusia setelahnya. Dan legacy peradaban ini selalu dikenang dan dirayakan oleh semua umat Islam sebagai hari raya Iedul Adha, ritus haji dan umrah, serta warisan tempat suci baitullah Al haram.

Ada beberapa kata kunci ketika manusia ingin mewariskan legacy peradaban kepada generasi selanjutnya dalam Al-Qur’an:

Yang pertama, kepasrahan totalitas kepada Allah SWT dan ajarannya.

Dalam point ini Allah SWT berfirman: Maka, ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). mari kita lihat bagaimana kepasrahan (Islam) totalitas nabi Ibrahim dan Ismail as, ketika mereka membenarkan mimpi untuk menyembelih Ismail. Kepasrahan inilah yang saat ini hendaknya dibangun, keberanian menyerahkan diri kepada Allah SWT. Meyakini segala perintah Allah SWT, meyakini konsekuensi iman terhadap ayat Al-Qur’an, tanpa ragu sedikitpun. Keyakinan kuat walau harus berhadapan dengan logika dan rasio. Kepasrahan yang mendominasi nafsu, karena betapa banyak ayat Allah SWT yang harus bertentangan dengan nalar logika manusia, misalnya jihad, hukum qishas, warisan laki-laki dan perempuan yang berbeda, poligami, berinfak dalam kondisi sempit, bahkan harus berbuat baik kepada orang yang jahat dengan kita. Dan masih banyak nalar qur’ani yang bertentangan dengan nalar logika manusia, tetapi sejarah telah membuktikan implementasi tersebut dalam era keemasan peradaban Islam.

Perkembangan nilai positivisme dan pengaruh metodologi berfikir modern berbasis filsafat materialisme, memang menggerus nilai-nilai keyakinan totalitas dalam Islam, sehingga orang yang memiliki keyakinan dianggap tidak rasional. Sedangkan hakikatnya disitulah rasionalitas tertinggi, ketika rasio ditundukan kepada Zat yang menguasai rasio manusia.

Maka sekarang muncul istilah jahiliah modern, karena jahiliah bukanlah bodoh baca tulis, IPTEK dan sebagainnya, tetapi ketika dirinya menutup diri dari perintah Allah SWT, aturan Allah SWT karena bertentangan dengan logika nalar mereka. Sedangkan tugas nalar logika adalah mengambil hikmah, bukan menolak aturan Allah apalagi merubah dan meragukanya.

Kepasrahan totalitas inilah yang menghantarkan Ibrahim pada syariat kurban ini, dan Allah SWT langgengkan legacy nya sampai hari kiamat. Dan syariat yang tidak rasional inipun (melanggar HAM saat ini) inipun Allah SWT ganti dengan sembelihan agung yaitu kambing. Artinya semua perintah Allah adalah ujian, dan Allah SWT tidak akan memberikan ujian yang tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan.

Yang kedua, membenarkan syariat Allah SWT.

Membenarkan atau Siddiq adalah sifat para nabi, dan inilah karakter profetik yang luar biasa. Bahwa kecerdasan Ruhani (spiritual quotien) para nabi ada pada sifat siddiq ini. Ketika mereka membenarkan semua perintah Allah SWT tanpa ragu. Dan ini adalah ciri iman paling tinggi, ketika tak secuilpun keraguan akan aturan Allah SWT, walau logika dan nafsu sangat bertentangan.

Kata membenarkan adalah kunci legacy, karena orang yang mau membenarkan semu syariat Allah dan mengamalkannya, mereka akan menjadi teladan kehidupan. Mereka menjadikan standar kebenaran adalah Allah, bukan logika, nafsu dan omongan manusia. Dengan sifat ini, manusia akan memiliki prinsip yang kuat, sulit tergoyahkan, dan memiliki keberanian di atas rata rata manusia.

Itulah yang diteladankan para nabi dan sahabat, yang mampu berbuat diluar nalar manusia yang tidak memiliki iman. Bagaimana Abdurrahman bin Auf menyedekahkan mayoritas hartanya, Ali bin Abi Thalib menggantikan tempat tidur nabi Muhammad Saw, dan masih banyak lagi.

Kebaikan di atas rata-rata inilah yang akan melahirkan legacy dalam hidup, kemampuan membuat target manfaat hidup di atas rata-rata manusia, dengan bersandar pada keyakinan kepada Allah inilah yang akan melahirkan legacy peradaban mulia.

Inilah yang dilakukan Ibrahim as ketika membenarkan mimpinya tanpa ragu, melakukan sesuatu di luar pemikiran manusia, maka Allah SWT balas dengan kebaikan yang tak terbatas. Beliau adalah bapak para nabi dan rasul, khalilullah dan penjaga dua tanah suci Baitul maqdis dan Baitul haram.

Yang ketiga, kemampuan membaca pesan ilahiah.

Syariat kurban adalah hasil kecerdasan Ibrahim membaca pesan Allah SWT, andaikan nabi Ibrahim mendominasi kan cinta kepada anaknya, dari Tuhanya, tentu Ibrahim as tidak akan lulus ujian Allah SWT, dan tidak akan diabadikan namanya oleh Allah SWT dan manusia. Sebagaimana Allah firman kan: Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” 107) “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108) Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 109) “Selamat sejahtera bagi Ibrahim.” 110) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111) Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman

Inilah kecerdasan yang sesungguhnya (Fathanah),. Kecerdasan yang universal, antara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan tertinggi adalah spiritual, karena memang dengan kecerdasan inilah manusia akan mampu membaca pesan Allah SWT, baik ayat qouliyah maupun kauniyah Nya.

Bagaiamana Ibrahim mampu membaca pesan bahwa menyembelih anak adalah sebuah kebaikan? Karena dia meyakini bahwa Allah Zat yang Maha baik, tidak akan memberikan syariat yang tidak manfaat, maka dengan itulah dia menjalankan nya, maka Allah SWT mengganti dengan domba, dan Ibrahim as lulus ujian itu.

Nabi Muhammad SAW dengan semua syariat nya, hakikatnya adalah ujian bagi manusia dan umat Islam. Orang yang memiliki logika iman akan mampu membaca pesan ilahi, dan akan yakin menjalankan dengan sebaik mungkin, sehingga peradaban mulia akan hadir.

Kecerdasan membaca pesan inilah yang harus dihadirkan, atau dalam prespektif keilmuan disebut hikmah agar kita mampu menjalankan dengan bahagia dan penuh keyakinan.

Ketika semua aturan Allah mampu dibaca oleh hamba, maka akan melahirkan peradaban abadi, peradaban nilai, peradaban profetis yang akan menerangi peradaban yang jauh dari nilai-nilai ketuhanan, peradaban yang menampakkan materi keduniawian saja.

Insan profetis akan mampu melaksanakan tiga spirit profetika kurban di atas, kepasrahan, membenarkan dan kecerdasan. Mereka adalah orang yang beriman, berorientasi kebaikan dan kemaslahatan, mampu berbuat dengan ilmu dan keyakinannya, serta mampu beramal di atas rata-rata manusia.  Dengan itulah legacy akan terbangun, walau tak membutuhkan batu prasasti yang harus terukir di musium nasional.

Seri Bahagia dengan Al-Qur’an, Edisi Spesial Dzulhijjah
Penulis : Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)