Polemik Antara Kritik dan Ujaran Kebencian

Penulis: Bobi Hidayat, M.Pd. (Dosen FKIP UM Metro)

Opini UM Metro Akhir-akhir ini sedang marak pemberitaan di media tentang mahasiswa dari Lampung yang kuliah di Australia terhadap Pemerintah Daerah kampung halamannya. Bima Yudho Saputro seorang TikToker yang juga seorang mahasiswa melalui media sosial mengemukaan kritik terkait dengan infrastruktur Provinsi Lampung yang terbengkalai dan banyak jalan utama yang rusak bahkan rusak parah. Sebelum banyak yang membela, sempat pemerintah daerah mengintimidasi keluarganya terutama pada orang tuanya. Selain itu, ada sekelompok orang yang malah melaporkan kepada pihak kepolisian dengan tuduhan melakukan ujaran kebencian meskipun akhirnya pihak kepolisian menghentikan kasusnya karena tidak cukup bukti. Setelah viral dan menjadi memberitaan nasional, baru banyak yang membela termasuk anggota DPR RI dan Menteri. Ini merupakan salah satu contoh kasus di mana terdapat dua kepentingan dan ambiguitas terhadap penilaian pelakunya di mana termasuk dalam kritik atau ujaran kebencian dari apa yang sudah dilakukan.

Polemik kritik atau ujaran kebencian ini menjadi sorotan penulis. Kenapa tidak, hampir terjadi kemiripan antara keduanya. Dan pada akhirnya akan digiring kemana opini terhadap orang yang melakukan kegiatan seperti itu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi yang melakukan terhadap banyak kepentingan serta penilaian netizen yang akhir-akhir ini sangat memberikan pengaruh terhadap penilaian akhir dari sebuah prilaku seseorang apakah termasuk kritik atau ujaran kebencian.

Beda Kritik dan Ujaran Kebencian

Kritik dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Kritik merujuk pada pengertian tersebut dapat berupa ucapan atau tulisan yang merupakan pendapat sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang dianggap belum sesuai. Kritik berupaya mengarah pada usul kebaikan akan suatu hal. Meskipun terkadang berbeda pendangan dan penilaian hingga memunculkan pertentangan, namun kritik sejatinya berupaya mengarah pada sesuatu agar bisa lebih baik. Kritik juga tidak ada unsur hasutan dan ajakan agar tidak menyukai atau membenci sesuatu.

Sedangkan Ujaran Kebencian (hate speech) menurut Wikipedia adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnik, jender, cacat, orientasi seksual, warga negara, agama, dan lain-lain. Makna ujaran kebencian merujuk pada konsep ini lebih mengarah pada ucapan atau tulisan yang sifatnya mengajak atau menghasut untuk membenci sesuatu. Konsenya juga lebih jelas, yaitu ingin merendahkan objek yang dibenci. Dapat juga diartikan sebagai ejekan akan sesuatu. Ujaran Kebencian menunjukkan ketidaksukaan terhadap sesuatu dengan tujuan merendahkan. Ruang lingkupnya juga sudah jelas terkait dengan perbedaan yang sifatnya tidak umum seperti yang lainya. Tentang warna kulit misalnya yang berbeda dengan yang lainya hingga berujar merendahkan dan menimbulkan kebencian terhadapnya. Ujaran Kebencian tidak ada upaya untuk membangun atau mengarahkan objek kepada hal yang lebih baik.

Memaknai kritik dan Ujaran Kebencian memang cukup sulit dan perlu menguras tenaga yang lebih. Secara sederhana kritik mengarahkan ke hal yang lebih baik tanpa ada tendensi kebencian, sedangkan Ujaran Kebencian mengarah pada hasutan atau ajakan yang bertujuan untuk merendahkan dan membenci sesuatu. Agar dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap suatu kegiatan manusia termasuk kedalam kritik atau Ujaran Kebencian perlu kecermatan. Hal ini yang sering digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengarahkan kritik kepada Ujaran Kebencian sehingga dapat ditindak secara hukum.

Memaknai implementasi kritik dan ujaran kebencian dimasyarakat haruslah bijak. Pemerintah dan penegak hukum seyogyanya jangan membawa kepentingan dalam menyelesaikan permasalahan ini sehingga mempengaruhi objektifitas keputusan yang diambil. Kembalikan kepada konsep yang ada sehingga akan terlihat jelas antara kritik dan ujaran kebencian. Jangan malah sebaliknya, jika menguntungkan dianggap kritik dan jika merugikan dianggap ujaran kebencian meskipun kegiatanya sama atau sejenis.

Pada akhir tulisan ini mari sama-sama kita sadari bahwa kita semua adalah manusia yang tidak sempurna sehingga diperlukan kritik yang sifatnya membangun guna perbaikan diri. Begitu juga dalam sebuah kelompok atau organisasi. Kebijakan menyampaikan kritik baik secara lisan maupun tulisan juga perlu diperhatikan. Jangan sampai kritik yang disampaikan malah ditanggapi sebagai bentuk ujaran kebencian yang dengan kepentingan tertentu, penyampai kritik dapat dipidanakan sebagai bentuk kesalahan.

Dengan demikian kesalahan menilai terhadap kritik dan ujaran kebencian tidak terjadi dan kelompok-kelompok tertentu juga jangan memanfaatkanya. Karena dengan kebebasan dalam berpendapat dengan bebasnya bersosial media bisa jadi demi kepentingan individua tau kelompok tertentu, kritik menjadi ujaran kebencian hingga menimbulkan konflik dan merugikan pihak-pihak tertentu. Bersosial media yang bijak dengan memberikan respon yang bersifat membangun dapat meminimalisir konflik horizontal yang terjadi di masyarakat.