UM Mertro – Usai menjalani bridging program di Taiwan selama kurang lebih lima minggu, Dedy Subandowo, M.A. kini telah kembali ke Tanah Air untuk melanjutkan rutinitas dirinya sebagaimana sebelum ia berangkat ke Negeri Naga Kecil tersebut.
Selama berada disana, banyak kisah menarik yang telah ia ukir mulai bertemu dengan dosen yang professional, belajar bahasa mandarin, pelayanan pemerintah untuk menggratiskan penumpang bus dan tempat wisata, masyarakat yang sangat sopan dan penuh toleransi serta kisah menarik lainnya.
Tidak sedikit civitas akademika Universitas Muhammadiyah Metro yang kemudian penasaran dengan kisah perjalanan dosen muda Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UM Metro ini. Oleh karena itu, tim Pusat Media Humas UM Metro kali ini akan menyajikan Kisah Dedy Subandowo, M.A., selama mengikuti program beasiswa Bridging Program di Taiwan tepatnya di Tunghai University tersebut. Berikut kisah selengkapnya sebagaimana yang ia paparkan saat melakukan wawancara dengan tim Pusat Media Humas UM Metro pada Rabu (27/12/17) kemarin.
Selama tinggal di Taiwan kurang lebih lima minggu, saya mendapatkan banyak hal seperti pengalaman berkomunikasi. Mayoritas penduduk di Taichung berbahasa Mandarin dan tidak banyak bagi mereka bisa berbahasa Inggris kecuali di Kota Besar seperti Taipei. Akan tetapi jika berada dilingkungan kampus kami sering menggunakan bahasa Inggris terutama di awal kedatangan kami.
Kemudian setelah kami mendapatkan kelas Mandarin, kami mulai mempraktekkannya baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus. Saya sangat beruntung sekali bisa mendapatkan kelas mandarin ini karena yang pasti akan menambah kemampuan saya untuk berbicara bahasa asing selain bahaasa Inggris. Universitas Tunghai mengalokasikan waktu 10 jam selama 1 minggu bagi kami para peserta Bridging Program untuk belajar bahasa Mandarin.
Hal lain yang bisa saya pelajari di Taiwan adalah budaya sosial dan akademik. Saya mengamati di sini bahwa semua universitas baik negeri maupun swasta di Taiwan memiliki jam belajar yang sama yaitu kelas mulai hari senin – jumat dan jam belajar mulai pukul 8:10 – 9:00 sesi ke-1, 9:10 – 10:00 sesi ke-2, 10:20-11:10 sesi ke-3, 11.20-12:10 sesi ke-4, sesi ke-5 istirahat, 14.20-15.00 sesi ke-6, 15:20-16:00 sesi ke-7, 16:20-17:10 sesi ke-8, 17:20-18:10 sesi terakhir ke-8. Karena semua kegiatan akademik dilaksanakan dari pagi sampai sore hari, segala segala aktivitas mahasiswa seperti olahraga dilakukan di malam hari hingga pukul 23:00.
Sehingga kegiatan mandi di kampus biasanya mulai pukul 12 – 1 dini hari dan kalau sudah begini asrama yang seharusnya tenang menjadi ramai. Di tahun pertama mahasiswa yang studi di Tunghai wajib asrama, walaupun rumah mereka dekat dengan kampus mereka harus tetap tinggal di asrama. Karena di taiwan termasuk kedalam 4 musim jadi waktu saya datang ke sini pas pergantian musim dingin, jadi di sini mandi hanya sekali saja.
Disamping itu ada hal yang menarik dari Tunghai yaitu ada istilah “Student Labour Work” yaitu program lapangan wajib bagi mahasiswa S1 untuk membersihkan kampus baik asrama kampus, kantor, kamar mandi, toilet, parkir, kantin, kebun, semua yang ada di area kampus. Jadi Tunghai memberdayakan mahasiwa supaya mereka dapat menghargai kebersihan, dan bisa mengenal satu sama lain karena dengan progam ini adalah bagi mereka bisa bekerja tim dari jurusan yang lain.
SLW biasanya dilakukan waktu istirahat siang yaitu antara pukul 12 – 14.00. Karena kegiatan ini wajib, maka pihak kampus memberikan angka kredit bagi mereka yang lolos uji penilaian, bagi yang tidak maka mereka harus mengulang di tahun berikutnya. Oiya, di Taiwan itu susah sekali cari tempat duduk umum dan kotak sampah jadi kalo saya mau buang sampah saya simpan dulu di dalam tas baru kalau ketemu kotak sampah baru saya buang.
Hal menarik lainnya adalah, Universitas Tunghai memberikan sebuah ruangan yang tadinya berupa gudang diubah menjadi Musholla yang mampu menampung kurang lebih 17 jamaan hal ini sangatlah membantu kami terutama umat muslim untuk tetap bisa melaksanakan sholat lima waktu. Di Taiwan tidak semua kampus mampu menyediakan tempat untuk siswa muslim beribadah. Alhamdulilah kampus Tunghai memilikinya dan peresmiannyapun dilakukan oleh dekan program internasional. Dan untuk sholat Jumat, kami harus menempuh sekitar 1 jam naik bis ke Masjid Taichung, satu-satunya masjid yang ada di Kota terbesar ke-3 di Taiwan ini.
Tinggal di Taiwan sebenarnya tidak sesulit yang saya fikirkan pada awalnya, bagaimana dan bagaimana. Tapi setelah saya mengalami dan melakukannya, pulang pergi kemanapun hanyalah soal kebiasaan. Di Taiwan semua moda transportasi sangat maju ada shuttle bus antar tempat dalam kota, antar kota, kereta cepat dan semuanya tidak mahal lo harganya tiket disini kurang lebih sama dengan di Indonesia kecuali tiket kereta cepat. Untuk akses dalam kota di taichung, pemerintah menggratiskan perjalanan menggunakan bis jika kurang dari 10 KM setelah itu baru dikenakan cas. Jadi tidak perlu khawatir tersesat atau lupa jalan pulang karena semua moda transportasi berbasis aplikasi jadi tinggal download pahami rute bis dan nomor bisnya. Kalau kita sudah faham sekali, untuk yang kedua kalinya akan jauh lebih mudah. Dan di sini tidak ada polusi dan macet jadi kedatangan bis dan waktu tiba bisa diprediksi.
Sayangnya, disini susah sekali mencari makanan yang halal, jadi alternatif selama tinggal di Taiwan yaitu mengubah pola makan menjadi vegetarian dengan menggunakan minyak sayur bukan minyak daging. Alahmdulillah di Tunghai ada kantin vegetarian jadi kami bisa makan siang di sana. Dan makanan di dalam kampus juga tidak mahal antara 15 ribu – 20 ribu setiap kali makan. Tapi jangan khawatir, bagi yang kangen masakan Indonesia, di Taichung ada pusat masakan indonesia di First Square yang lokasinya bisa ditempuh dengan menggunkan bis no 300 dengan jarak tempuh sekaitar 20 menit. Walaupun agak mahal sekita 100 -150 dolar Taiwan atau sekitar 50 – 75 ribu rupiah tetapi rasa kangen masakan Indonesia itu bisa terbayarkan.
Selain makanan, ada juga tempat-tempat terbuka yang bisa dikunjungi saat jenuh dengan aktifitas kampus seperti Wet Gomei yaitu Turbin raksasa dipinggir pantai, ada pula Capel yaitu gereja dengan arsitektur yang sangat unik, Mapple Garden adalah taman kota ditengah gedung-gedung pencakar langit, ada pula night market Feng Xia ini layaknya pasar malam di Indonesia, Museum, dan berbagai tempat yang telah disediakan oleh pemerintah Taichung dan kebanyakan tempat terbuka di Taichung itu free alias gratis.
Jadi sejauh ini Taiwan merupakan pulau yang sangat menarik untuk dikunjungi dan kenyamanan dan keamanannya membuat para tourist menjadikannya sebagai tujuan destinasi mereka baik untuk studi atau wisata. Suatu saat saya ingin kembali lagi ke Taiwan.
Bagaimana kisahnya? Menarik bukan. Mudah-mudahan ini adalah awal bagi dosen UM Metro untuk terus mengepakkan sayapnya di dunia Internasional. Saat ini UM Metro telah melakukan penandatangan MoU dengan 25 Perguruan Tinggi ternama di Taiwan, dimana mereka menyediakan beasiswa bagi masyarakat Indonesia yang mau studi lanjut ke Negeri Naga Kecil tersebut. Jika anda tertarik untuk belajar disana, anda dapat mengajukan program beasiswa dari Pemerintah Taiwan yang setiap tahunnya dibuka mulai 1 Februari hingga 31 Maret. Simak selengkapnya di link ini. (AL-Bayurie¦Hum)