Khilafah adalah Prinsip Leadership Tertinggi
- 1 Agustus 2021
- Posted by: Humas UM Metro
- Categories: Profetik, Uncategorized @id
Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau! (https://www.magiklights.com/) ” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”(Al Baqarah ayat 29)
Usman bin Affan Ra berkata : Andai hati kalian bersih, maka kalian tidak akan pernah merasa kenyang (bosan) dari membaca Al-qur’an”. kalimat inilah yang saat ini kita rasakan, ketika setiap hari membaca dan merenungi isi Al Qur’an, semakin hari semakin terasa haus, terasa lapar, dan yang paling tinggi adalah merasa sangat bodoh. Benar kiranya Allah SWT katakan bahwa jikalau lautan menjadi tinta, reranting menjadi pena, sungguh akan habis untuk menulis keluasan Al Qur’an.
Tapi ada saja manusia yang masih menutup dirinya, merasa cukup dengan dua, tiga atau puluhan ayat yang ia hafal, dan sudah merasa memahami agama, mendalami Al Qur’an, dan akibatnya lisanya lebih tajam dari pedang yang menebas, ucapannya menyambar seperti panah yang sangat cepat mengenai saudaranya.
Bagi mereka yang senantiasa haus dengan Al Qur’an, akan menyedikitkan kata, tetapi mendalamkan hati dan fikiran, sehingga kata-kata yang keluar dari lisannya adalah hikmah, hikmah yang menjadi cahaya bagi mereka yang sedang kegelapan, karena hakikatnya dialah penyambung lisan ilahi dalam kehidupan.
Hari ini satu ayat yang sangat membuat saya merasa terpukul adalah surat Al Baqarah ayat 29. Bagaiamana Allah SWT menyampaikan kepada malaikat akan menciptakan seorang Kholifah. Ayat ini diletakan setelah ayat penciptaan mikrokosmos (manusia) dan alam semesta (Makrokosmos). Begitu indah, karena dari existensi kepada fungsi. Sehingga manusia yang hidup di dunia bukan hanya sekedar hidup, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting. Karena makhluk lain tidak memiliki fungsi ini. Dan fungsi khilafah ini adalah keunggulan (exelency) manusia dari makhluk lain, dan yang membedakanya (difference) dengan semua ciptaan Allah SWT.
Mengapa? Karena memang manusia adalah makhluk yang diberikan kelengkapan instrumental makhluk. Dia diberikan hati, Fikiran, fisik, dan nafsu. Berbeda dengan Malaikat yang hanya memiliki hati, akal, fisik tetapi tak bernafsu. Jin diberika seperti manusia tetapi sangat lemah hatinya dan dominan nafsunya. Hewanpun demikian, tidak memiliki kelengkapan instrumental tersebut.
Oleh sebab itu Allah SWT menyebutkan dalam Al Qur’an tentang predikat manusia sebagai ahsani taqwim (sebaik-baik bentuk).
Dengan kelengkapan hati, akal, fisik dan nafsu manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengelola bumi dan alam semesta, bahkan mengembangkannya menjadi lebih baik.
Alam semesta saat ini seperti ini, adalah hasil akal produktiv manusia, gedung megah, kendaraan cepat, makanan penuh kreasi, sistem pendidikan, aturan negara dan lainya. Andai saja ini diserahkan kepada selain manusia tentu tidak seperti ini. Bukan merendahkan malaikat (astagfirullah), tetapi jika malaikat dengan tanpa nafsunya, maka dunia tidak akan maju, karena malaikat adalah makhluk yang tidak memiliki keinginan sedikit pun, bahkan tidak memiliki ide apapun. Mungkin damai, tetapi tidak ada gerak perkembangan.
Sama saja ketika jin yang menjadi Khalifah, maka kerusakan yang ada, karena nafsunya yang lebih dominan, hanya selalu membuat kerusakan demi kerusakan.
Demikianlah keunggulan fungsional manusia, sehingga Allah SWT ciptakan dirinya sebagai Khalifah di muka bumi.
Dialog langit antara Allah dan malaikat
Dalam ayat tersebut, ada dialog indah antara Allah SWT dan malaikat, yang tertuang dalam firman Nya, Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!”
Dialog ini seakan Malaikat tidak percaya kepada Allah, sedangkan mereka adalah makhluk yang selalu bertasbih.
Dalam analisa tafsir, hakikatnya bukan tidak percaya, akan tetapi karena memang sebelum manusia, ada makhluk yang ditugaskan di bumi, akan tetapi selalu berbuat kerusakan dan pertumpahan darah. Ada yang menafsiri mereka adalah golongan jin, ketika mereka berbut kerusakan di bumi maka Allah SWT tugaskan malaikat untuk menghancurkannya, sampai mereka lari ke gunung-gunung, lembah-lembah.
Ibnu Abbas yang mengatakan, “Sesungguhnya yang pertama kali menghuni bumi adalah makhluk jin. Lalu mereka menimbulkan kerusakan di atas bumi dan mengalirkan banyak darah serta sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain.” Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya, “Setelah itu Allah mengirimkan Iblis untuk memerangi mereka. Akhirnya iblis bersama para malaikat memerangi jin, hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau yang ada di berbagai laut dan sampai ke puncak-puncak gunung. Setelah itu Allah menciptakan Adam, lalu menempatkannya di bumi. Untuk itu Allah Swt berfirman: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’ (Al-Baqarah: 30).”
Dalam hal ini dapat diambil hikma, bagaimana Allah SWT yang memiliki kehendak mutlak mengajak berdialog malaikat. Ini menunjukkan sifat Al Alim Allah SWT, Allah yang maha mengetahui dan selalu mengajarkan kebaikan kepada makhluk-Nya. Pengajaran ini adalah untuk manusia, bahwa kekhwatiran malaikat hendaknya disambut dengan bukti kebaikan oleh manusia. Bukan malah diwujudkan dengan kerusakan dan pertumpahan darah.
Dalam kasus ini Allah SWT hendak menunjukkan eksistensi manusia, keunggulan manusia, akan tetapi keunggulan itu adalah akal yang hadir di dalamnya logika imaniah bukan kufriyah, nifaqiyah atau fisqiyah.
Jika Khalifah yang ada adalah manusia yang tumbuh loginya adalah logika selain iman, maka kerusakan itu lebih parah. Seperti saat ini, bagaiamana manusia yang melakukan kerusakan di muka bumi sudah tidak terbendung, sampai dalam Al Qur’an, jin dan syetan pun takut di azab Allah karena manusia setelah disesatkan, ternyata kesesatanya melebihi ekspektasi jin.
. (Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu!” Kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam(Al hasyr ayat 16)
Syetan masih memiliki takut kepada Allah, sedangkan manusia dengan kecerdasannya sampai tidak mempercayai Allah, bahkan Tuhan secara umum sekalipun, inilah dahsyatnya manusia.
Tugas Manusia mengungkap rahasia Penciptaan manusia
Dalam surat Al Baqarah ayat 30 ini, Allah berfirman:
Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-Baqarah: 30)
Qatadah mengatakan, tersebut di dalam ilmu Allah bahwa kelak di kalangan khalifah tersebut terdapat para nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para penghuni surga. Dalam pembahasan berikut akan disebutkan berbagai pendapat dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, serta sejumlah sahabat dan tabi’in mengenai hikmah yang terkandung di dalam firman-Nya: Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-Baqarah: 30)
Rahasia ini hakikatnya adalah lebih pada kemampuan manusia sebagai makhluk pembelajar. Makhluk yang selalu berkembang dan bertumbuh, bahkan makhluk yang mampu menyampaikan kebaikan.
Rahasia ini lebih pada rahasia profetis, sebagai penerus risalah tauhid. Karena khilafah adalah wakil Allah SWT di bumi, maka setiap pemimpin hakikatnya mengatur kehidupan agar tetap berada pada jalan tauhid, dan mengingatkan kehidupan yang keluar dari rel ketauhidan.
Hal ini hendaknya dalam seluruh aspek kehidupan, semua pemimpin hakikatnya Khalifah, karena Khalifah bukanlah simbol, tetapi sebuah prinsip kepemimpinan yang terbaik, Ketika setiap pemimpin menjalankan kepemimpinan dengan dasar tauhid, dan menjadikan kepemimpinannya sebagai jalan membawa manusia kepada tauhid, sehingga alam semesta akan seimbang gerak dan lajunya.
Inilah prinsip tertinggi dalam kepemimpinan, logika kepemimpinan ilahiah, yang harus berhadapan dengan kepemimpinan berbasis dasar filsat materi, kepemimpinan yang hanya mendapatkan keuntungan dan kepentingan.
Seri Bahagia dengan Al-Qur’an!
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)