Jalan Panjang Pejuang Ilmu dari Belitang

Laman Opini UM Metro – Belitang (Blitang) terletak cukup jauh dari Kota Metro, membutuhkan sekitar 5,5 jam perjalanan. Secara geografis memang cukup jauh, namun secara psikologis keduanya sangat dekat. Sejak dulu, begitu banyak pelajar dan mahasiswa di Kota Metro berasal dari Belitang. Begitu juga  UM Metro, sejak dulu menjadi tujuan utama masyarakat Belitang sebagai tempat menimba  ilmu.

Bahkan,  ada satu keluarga besar (satu kakek nenek) yang merupakan alumnus UM Metro, seperti keluarga bapak Muhamdi. Tentu, keluarga Muhamdi bukan satu-satunya di Belitang, banyak ditemui keluarga seperti itu dan tersebar di seluruh wilayah Belitang yang cukup luas (BK=Bendungan Komering : 0 sd 30).

Peran dan kontribusi para alumni UM Metro di Belitang sangat signifikan, bukan saja menjadi bagian formal dari Pemda OKU Timur dan membangun jaringan komunikasi yang baik dengan Pemda dan semua komunitas, mereka juga menjalankan tugas keumatan secara mengagumkan. Banyak sekolah Muhammadiyah baik dari level terendah hingga Perguruan Tinggi mereka bangun, begitu juga panti asuhan dan masjid-masjid megah bisa mereka bangun dari kegigihan dan kemampuan menjalin komunikasi yang efektif dan kinerja yang amanah.

Kota Metro menjadi tujuan favorit studi masyarakat Belitang karena alasan sederhana yang intinya bisa  langsung merasa nyaman: seperti typologi masyarakat yang hampir sama, aman, biaya hidup murah, dan gaya hidup kota yang tidak terlalu wah dan glamour. Para orang tua calon pelajar dan mahasiswa tidak ada kekawatiran akan terjadi culture shock dan maladatif  pada putra putrinya ketika tinggal di Kota Metro.

Selama satu hari berada di Belitang, kami bisa merekam harapan dan sedikit keluhan dari masyarakat yang umumnya alumni terhadap UM Metro. Jika saya bahasakan ulang intinya: bahwa “Pelayanan terbaik adalah Promosi terbaik”. Customer services merupakan energi yang melahirkan kepuasan konsumen dan akan menjaga keberlanjutan sebuah institusi. Di sebuah Perguruan Tinggi, layanan akademik dan administrasi  kepada mahasiswa adalah roh keberhasilan PT.


(Dok: Dosen PPs UM Metro Memasang Kalender 2020 UM Metro di salah satu RM di OKU Timur)

Pelayanan yang baik di sebuah PT akan menjadi cerita indah para alumni dan diceritakan secara indah pula kepada sanak saudara dan teman-teman mereka di lingkungannya. Tentu hal itu merupakan promosi gratis bagi almamaternya. Begitupun sebaliknya, layanan yang tidak profesional: tidak tepat waktu, tidak ramah, tidak tulus dan sepenuh hati kepada mahasiswa akan menggumpal menjadi citra kelabu yang mengalir dari waktu ke waktu.

Begitulah kejadianya, ketika kita turun ke suatu daerah menyambangi para alumni selalu dapat masukan yang jujur, objektif, dan clear karena mereka tidak lagi memiliki beban psikologis-seperti takut menyinggung dosen dan sulit mendapatkan tandatangan tugas akhir-untuk bercerita tentang bagaimana pelayanan para dosen di almamaternya dulu. Negative Brand Personality masih menjadi memori jangka panjang di otak mereka, bahkan menjadi semacam traumatik.

“Bayangkan pak, kami datang dari Belitang ke ke Metro perlu waktu sekitar 6 jam untuk memenuhi janji konsul tentang Draft Tesis dengan pembimbing, tiba di kampus masih dalam kondisi cape dan lapar, mendapatkan kabar bahwa beliau sedang berada di luar kampus. Ketika kami minta konfirmasi tentang waktu yang disepakati, dijawab oleh beliau, jika emang mau konsul sekarang boleh, tapi ke sini (sambil menyebut sebuah kota yang sangat jauh).”

Alhasil, bukannya kata maaf yang diterima dari dosen tersebut yang tentu akan sedikit mengobati kekecewaan mereka. Akhirnya bisa ditebak, mahasiswa pulang dengan tangan dan pikiran hampa akan harapan bisa lulus tepat waktu. Tentu, berbekal perasaan hancur  sambil terus menyetir menyusuri jalan panjang pulang ke Belitang dan harus tiba sebelum pagi datang menjelang. Suasana tambah mengharu biru ketika lagu yang mereka putar di mobilnya dari Ebiet G. Ade, Bertita Kepada Kawan: “Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, sayang engkau tak duduk disampingku kawan…”

Beruntung, mahasiswa Blitang adalah pejuang ilmu yang tangguh sehingga pantang jika perjuangan hanya akan jadi arang. Benar adanya, hanya dalam waktu satu bulan dari peristiwa miris tersebut, mereka pun berhasil ujian tesis dan lulus. Dan, kejadian miris tersebut  sekarang justru  menjadi cerita manis yang selalu diceritakan dengan ringan dan penuh tawa.

“Pokoknya kalau sekarang ada orang tanya ke saya, ada dimana? Maka akan saya jawab, Saya ada dimana-mana,” sambil tertawa riuh rendah semuanya. Itu salah satu ilmu baru yang nyelip dalam perjalanan studi mereka dan akan selalu mereka ingat, yang dikhawatirkan justru ilmu utama yang mereka pelajari malah lupa.

Banyak contoh lain seperti kejadian tersebut yang luput dari kepekaan dosen untuk dapat mengukur perlakuan-perlakuan yang menunjukkan pelayanan baik atau buruk kepada mahasiswa dan berujung pada promosi negatif terhadap institusinya secara keseluruhan.

Maka, saatnya perlu penguatan komitmen, dan niat tulus dari kita semua: untuk apa dan siapa hakikat tugas yang kita jalani selama ini? Untuk apa mengeluarkan promosi mahal, seandainya staf dosen dan administrasi masih saja mengekspresikan negative brand personality dalam menjalankan kewajibannya? Patut menjadi renungan dan introspeksi bersama jika kita ingin terus bergerak maju.

Penulis : Dr. Achyani, M.Si. (Dosen PPs UM Metro)

Tinggalkan Balasan