
Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: “Kemudian kalian berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas kalian, niscaya kalian tergolong orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah ayat 64)
Penyakit yang berbahaya dalam kehidupan kita adalah ingkar janji, dan penyakit ini dapat menyebabkan pelakunya mendapatkan predikat kemunafikan. Karena sifat munafik adalah selalu ingkar janji.
Logika munafik memang sangat buruk, karena mereka dengan dirinya saja tidak konsisten, antara apa yang difikirkan dan diucapkan saja berbeda, apalagi yang dilakukan. Sehingga banyak orang tertipu, sebenarnya dia siapa?
Umar bin Khattab sangat takut dengan penyakit ini, karena munafik mampu menajadi orang yang lebih baik dalam komunitas kebaikan, bahkan orang orang baik takjub dengan dirinya. Akan tetapi ketika dalam komunitas keburukan dia mampu menyesuaikan dan menjadi kawan akrab mereka.
Jangankan manusia, Tuhanpun mereka tipu. Walau tipuan mereka hakikatnya menipu mereka sendiri.
Ketakutan Umar ini hendaknya kita internalisasikan dalam diri kita, karena bisa jadi banyak sekali kita ingkar janji, sehingga kemunafikan itupun nyata dalam diri kita. Atau banyak sekali kepentingan syahwat kita yang terbalut dengan retorika manis kita kepada manusia, agar mereka percaya bahwa kita sedang memperjuangkan diri mereka, lalu setelah manusia percaya maka akan ditinggalkan.
Dalam Al Qur’an, ada keingkaran orang munafik yang unik, ketika mereka menipu Tuhannya; Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan niscaya kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah mengingkari janji yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. (QS At Taubah [9]: 75-77).
Ayat ini menjadi penjelas surat Al Baqarah ayat 64 ketika Bani Israil sebagai manusia yang kompleks sifatnya, ada sifat kufur, munafik dan fasik pada mereka.
Mereka yang sudah membuat janji, bahkan gunung sudah di atas mereka sebagai ancaman, pun mereka ingkari dengan ringannya. Nauzubillah.
Ayat ini sebagai evaluasi kepada kita, berapa banyak janji kita kepada Allah yang kita ingkari, perintah Allah yang kita tinggalkan, pesan Rasulullah yang kita abaikan, bahkan janji manusia yang kita lalaikan. Karena kita sudah terasuki kemunafikan haqon.
Kadang ayat-ayat seperti ini jarang menjadi petunjuk bagi manusia, karena umat ini hanya disuguhi ayat ibadah saja, sehingga kehidupan kita terlepas dengan pedoman ilahi ini.
Bukankah ayat ini adalah ayat yang mengantarkan manusia kepada psikologi sehat, menghindari dari jiwa psikopat, selalu nyaman dengan dosa dan kesalahan kita. Bahkan membuat orang susah tidak pernah merasa bersalah.
Akan tetapi kemuliaan Allah SWT, dan Rahmat Nya yang masih mengizinkan kita hidup dan menikmati karunia Allah SWT. Bahkan Allah SWT tidak mengurangi nikmat di dunia kepada mereka sama sekali.
Disinilah Allah maha luas karunia-Nya (Al wasi’un), keluasanya meliputi segala sesuatu, bahkan orang yang selalu ingkar akan tetap mendapatkan karunia, kasih sayang Allah SWT di dunia. Walaupun nanti di akhirat mereka akan mendapatkan apa yang mereka telah lakukan kepada Tuahanya.
Sebagai orang beriman, insan profetis tentu harus memahami keluasan karunia Allah ini, jangan pernah berfikir sempit akanya, karena dengan selalu berfikir Positif penuh keyakinan akan sifat Maha Luas Allah ini, maka Allah Swt akan berikan keluasan Nya dengan nyata.
Jangan pula menyempitkan karunia hanya pada level materi, karena sekali lagi ini adalah kesalahan nalar manusia, tetapi segala karunia materi maupun non materi adalah keluasan karunia Allah SWT. Kesalahan orang kafir, munafik dan fasik Hanya melihat karunia pada level material empirikal, dan sungguh ini adalah kebodohan, level berfikir terendah, level berfikir anak-anak. Orang cerdas akan menaikan level berfikir bahwa karunia adalah segala sesuatu yang kita rasakan, kita nikmati, bahkan janji Allah adalah karunia. Sehingga keluasan pandangan ini akan menjadikan kita manusia yang paling optimis dan bahagia. Kesalahan membuat ukuran karunia inilah menyebabkan orang-orang kafir, munafik dan fasik sering putus asa, dan lari dari Rahmat Allah SWT, menuju segala keburukan dan kemaksiatan.
Insan profetis adalah manusia yang sehat akal dan hatinya, sehingga selalu berfikir dengan benar memandang karunia, sehingga mereka selalu bersyukur kepada Allah, Krena melihat karunia Allah SWT tanpa batas, bukan tersekat di kantong, dompet dan rekening mereka.
Seri Bahagia dengan Al-Qur’an
Penulis : Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)