UM Metro Wujudkan Kampus Berdampak dalam Program Pelatihan Pertanian Organik Memanfaatkan Lahan Pekarangan Dukung Swasembada Pangan dan Pemenuhan Gizi Masyarakat
- 6 September 2025
- Posted by: Humas UM Metro
- Category: Uncategorized @id
UM Metro – Universitas Muhammadiyah Metro (UM Metro) kembali menunjukkan komitmen “Kampus Berdampak” melalui pelatihan pertanian organik berbasis pekarangan rumah (5/9). Kegiatan ini memandu warga memanfaatkan lahan sempit untuk menanam cabai dan tomat dengan teknik sederhana namun terukur, sekaligus menghubungkan budidaya tanaman dengan kolam ikan keluarga sebagai sumber pupuk organik cair. Pendekatan ini tidak hanya menekan biaya dan meminimalkan limbah, tetapi juga mendorong ketersediaan pangan segar bergizi di tingkat rumah tangga. Kegiata ini dilakukan oleh tim dosen Arif Hidayat dan Riswanto (UM Metro) serta Ridho Arithonang (UNU Lampung).
Materi pelatihan disusun berbasis langkah praktis yang mudah diikuti. Peserta diajak menyiapkan lokasi dengan paparan matahari minimal enam jam per hari, kemudian menata media tanam berpori menggunakan campuran tanah gembur, kompos, dan pasir (2:1:1) dengan rentang pH ideal 5,5–6,8. Benih cabai atau tomat disemai terlebih dahulu, lalu dipindahkan ke bedeng selebar ±1 m atau pot/drum 50 liter sesuai kondisi pekarangan. Untuk pemupukan, pelatihan menekankan pemanfaatan air kolam ikan: diendapkan 24 jam, lalu diencerkan 1:3 untuk penyiraman atau 1:10 untuk penyemprotan seraya mengingatkan agar tidak digunakan bila air kolam baru diberi obat/garam.
Aspek budidaya dijelaskan runtut hingga panen. Peserta mempraktikkan jarak tanam 40×50 cm untuk cabai dan 60×70 cm untuk tomat guna memastikan sirkulasi udara dan serapan hara optimal. Pemupukan organik dilakukan rutin: pada minggu ke-1 hingga ke-8, penyiraman dua kali per minggu (sekitar 200–500 ml per tanaman), kemudian minggu ke-9 dan seterusnya cukup sekali per minggu, dan dihentikan 10 hari sebelum panen. Pengendalian hama dianjurkan menggunakan larutan neem (mimba), ekstrak bawang putih, serta perangkap kuning untuk menjaga ekosistem tetap ramah lingkungan. Dengan perawatan yang tepat, cabai dapat dipanen pada 70–90 HST dan tomat pada 90–110 HST, memberi suplai sayuran segar bagi keluarga.

Pelatihan ini menekankan integrasi pertanian—perikanan sebagai sistem tertutup skala rumah tangga: limbah nutrien dari kolam menjadi sumber hara bagi tanaman, sementara sisa sayuran dapat kembali dimanfaatkan untuk pakan ikan. Skema ini membuat pekarangan menjadi laboratorium kecil ketahanan pangan yang hemat biaya, berkelanjutan, dan replikatif. Di sisi sosial, model pekarangan produktif mendorong partisipasi ibu-ibu dan pemuda, memperkuat jejaring kelompok seperti KWT dan komunitas pemuda mandiri, serta membuka peluang usaha mikro berbasis pangan lokal.
Inisiatif UM Metro ini selaras dengan agenda swasembada pangan dan peningkatan status gizi masyarakat, sekaligus mendukung sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs 1, 2, dan 8). Dalam perspektif pendidikan tinggi, program ini menjadi wahana pembelajaran kolaboratif yang menautkan teori dan praktik, memperkaya pengalaman mahasiswa di luar kampus, serta memastikan hasil kerja dosen–mahasiswa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Kegiatan ini juga didukung pendanaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui skema Program Pemberdayaan Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Tahun 2025 pada Sistem BIMA, sehingga implementasi, pendampingan teknis, dan replikasi model pekarangan organik dapat berlangsung lebih terstruktur dan berkelanjutan. Dengan dukungan berbagai pemangku kepentingan, UM Metro menargetkan pelatihan pekarangan organik ini menjadi model yang mudah ditiru di desa-desa lain di Lampung, sehingga dampak positifnya meluas pada ketahanan pangan keluarga dan kemandirian ekonomi lokal.