
Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al Baqarah ayat 37)
Prof Dr Nasser al-Omar, ketua Lembaga Tadabur Quran Internasional yang juga Sekretaris Jenderal Ulama Muslim Dunia mengatakan ” semua problematika umat yang kita saksikan di negeri kaum Muslimin hari ini berupa kehinaan, kelemahan, kemunduran, dan berbagai problem lainnya disebabkan oleh jauhnya kaum Muslimin dari Alquran.
Jauhnya mereka dari Al Qur’an artinya mereka tidak mau mentadaburi Al Qur’an, apalagi mengamalkannya. Sehingga ketika umat Islam ingin kembali menjadi umat yang mulia dan dimanja, Umat yang maju dan memimpin dunia maka harus kembali kepada Al Qur’an.
Judul tadabur hari ini adalah keseimbangan alam dan keteraturanya dikembalikan dengan taubat artinya semua manusia sudah merasakan gejala ketidak seimbangan ini, bahkan kekacauan yang tidak ada henti. Maka membutuhkan suatu gerakan ekstra menuju perubahan itu.
Ketidak seimbangan kehidupan karena terjadinya penyimpangan fitrah kehidupan itu sendiri. Manusia keluar dari fitrahnya, melanggar tugas dan misi hidup yang diamanatkan pada dirinya, sehingga merusak dan menggerus alam semesta dengan memperturutkan nafsunya, sehingga alampun menyimpang dari sunnatullah keteraturanya, maka yang muncul ketidak seimbangan (inbalance) dan ketidak teraturan(chaos).
Ibarat tubuh manusia yang fitrahnya makan tiga kali sehari, dia melawan dengan makan hanya sekali sehari, maka akan terjadi malfungsi pencernaan dirinya, sehingga akan mengalami magh yang membahayakan bagi kehidupannya. Sama dengan alam semesta, hutan sebagai penyangga banjir harus dihabisi demi nafsu proyek para elitis dan konglomerat, maka hilanglah penyangga banjir, dan yang terjadi kerusakan alam yang tiada henti.
Manusia diciptakan sudah dengan fitrah ketaatan, ketika melanggar maka dia akan mengalami ketidak seimbangan hidup dan kekacauan, sebagaimana Adam as. Sehingga problematika kehidupan manusia saat ini baik diri, keluarga, masyarakat semua berujung pada ketidaktaatan atau penyimpangan fitrah.
Banyaknya perceraian karena fitrah berkeluarga dilanggar, posisi suami sudah jauh dari nilai qiwamah (pemimpin), dan wanita jauh dari nilai muthiah (ketaatan). Hal ini bisa disebabkan karena bias istilah pengarusutamaan jender, yang menginginkan kehidupan laki laki dan perempuan mitra sejajar, bukan mitra fungsional.
Banyaknya anak durhaka juga sama, karena tugas orang tua sebagai pendidik ditinggalkan, mereka sibuk dengan karir dan usahanya, melupakan tugas pendidikan anaknya.
Pendidikan yang saat ini belum mampu memberikan solusi kepada umat, begitu banyak pengangguran, dan penyimpangan perilaku anak didik, hal ini karena fitrah pendidikan diacuhkan, pendidikan yang seharusnya berangkat dari nilai tauhid, dilanggar dengan memaksimalkan pendidikan materi kepada anak, sehingga generasi materialisme yang hadir, dan mereka menjadi hamba hamba dunia yang malah merusak alam semesta dan jauh dari Tuhanya.
Jika kita melihat ayat di atas maka Allah SWT memberikan solusi bagi Adam yang sudah sangat jauh dari fitrahnya, sehingga harus jatuh ke dunia yang penuh ujian. Solusi itu adalah kalimat pertaubatan sebagaimana firman Allah;
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (37) }
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Banyak tafsir menjelaskan akan maksud kalimat dalam ayat tersebut, ada yang mengatakan syariat haji, ada yang mengatakan taubat.
Menurut suatu pendapat, ayat ini merupakan tafsir dan penjelasan dari ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{قَالا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang merugi.” (Al-A’raf: 23)
Ayat tersebut dijelaskan dalam sebuah hadits Gharib, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Isykab, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka’b, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda: Adam ‘alaihissalam berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika aku bertobat dan kembali? Apakah Engkau akan mengembalikan diriku ke surga?” Allah menjawab, “Ya.” Yang demikian itulah makna firman-Nya, “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya.”(HR. Ibnu Abi Hatim)
Syarat kembali ke surga adalah taubat. Sehingga fitrah akan dapat dikembalikan dengan taubat, keteraturan dan keseimbangan dunia akan dapat terjadi dengan taubat, mereset ulang kehidupan manusia dengan pola awal yang Allah SWT telah tetapkan.
Dalam ayat tersebut dapat diambil beberapa hikmah yang dapat diimplementasikan:
Yang pertama, Pertaubatan Universal
Nabi Adam as di dunia hanyalah menajalankan pertaubatan, dan inilah yang hendaknya dilakukan oleh semua manusia. Bahwa manusia adalah makhluk yang akan selalu berbuat salah dan lupa, bahkan melakukan dosa. Maka dengan sifat manusia itu pertaubatan menjadi misi hidup utama, sebagai ittiba’ dengan nabi Adam as, sehingga surga akan menjadi tempat kembali kita.
Pertaubatan bukanlah hanya menyesali dosa-dosa karena zina ataupun meninggalkan sholat, tetapi taubat yang universal, sebagaimana Allah SWT sampaikan, Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).(at tahrim ayat 8).
Taubat yang sebenar-benarnya taubat adalah taubat universal, taubat dalam seluruh kehidupan manusia, bukan hanya taubat dalam pengertian hanya kembali ke masjid, sering sholat dan menjalankan ibadah. Akan tetapi taubat sebagai sistem reset fitrah, hendaknya mengembalikan sistem kehidupan kepada jalan fitrah ilahiah, sistem pendidikan, sistem politik, sistem ekonomi dan semua aspek hidup manusia.
Pendidika hendaknya dikembalikan kepada aturan Allah SWT, menjadikan tauhid sebagai dasar semua pengetahuan. Sistem politik harus berdasarkan pada konsep kepemimpinan tertinggi milik Allah, Dialah yang menjadikan seseorang pemimpin atau merendahkannya, dan semua kepemimpinan akan diminta tanggung jawab Allah SWT. Sistem ekonomi harus berkeadilan, jauh dari sistem Ribawi dan gharar. Sehingga ekonomi akan terus bertumbuh dan mensejahterakan.
Dibutuhkan kemampuan para pemimpin, insan profetis untuk berjuang mengembalikan ketidakseimbangan dan kekacauan saat ini kepada fitrah ilahiah nya, bukan terbawa arus kerusakan yang malah membuat kehidupan semakin hancur.
Yang kedua, Allah maha penerima taubat dan menyayangi
Pertaubatan totalitas akan menghasilkan kasih sayang Allah SWT. Sehingg sifat Allah at Tawwab selalu bergandengan dengan _Al Rahiim, artinya kasih sayang Allah akan hadir dengan pertaubatan hamba, bahkan saking senangnya Allah dengan taubat hamba Nya, seperti seorang yang senang ketika menemukan ontanya yang hilang.
Artinya, Allah menghendaki hamba Nya kembali, melakukan reset ulang pemikiran, ideologi, sistem dan prilaku, menyesuaikan dengan kehendak Allah SWT, bukan semakin menyombongkan diri dengan berbagai dalih kecerdasan intelektualnya, dan kekuatan tekhnologi yang mereka hasilkan.
Karena semakin manusia melakukan kesombongan maka dia benar-benar melawan Allah SWT, merebut selendang Allah SWT yaitu Al kibriya’.
Merasa bahwa sistem yang dia hasilkan adalah mampu menyelesaikan semua masalah hidup, sedangkan sistem tersebut jauh dari aturan Allah SWT, maka dia akan mengalami kesulitan dan kesulitan.
Andai Adam tidak melakukan pertaubatan, sungguh dia akan semakin terjerumus kedalam kubangan dosa dan kesengsaraan.
Maka mengakui diri bahwa diri kita adalah manusia yang lemah, hina dan penuh aniaya adalah kebijaksanaan tertinggi, dan selalu berharap akan ampunan Allah, berharap Allah kembalikan semuanya kepada fitrah yang baik.
Insan profetis adalah yang selalu cerdas dalam hidupnya, senantiasa melakukan pertaubatan totalitas, dalam rangka berjuang mengembalikan jalan fitrah yang Allah SWT telah tetapkan.
Memang ini adalah tugas yang sangat luar biasa, karena bias penyimpangan dari fitrah sudah terlalu jauh, tetapi Allah SWT tidak melihat hasil kita, tetapi semangat dan ketulusan kita. Seperti pembunuh seratus manusia yang bertaubat, dan hijrah, maka Allah menghitung jarak tempuh hijrahnya, bukan hasil hijrahnya.
Seri Bahagia dengan Al-Qur’an!
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)