LamanOpini – PETANI, dilihat dari perspektif keberadaan dan perannya, sangat pas sebagai sebuah akronim dari PENGELOLA TANAH AIR NEGARA INDONESIA. Alasannya jelas, Indonesia adalah negara agraris yang indikatif profesi dominan masyarakatnya adalah petani. Kata Pengelola yang secara singkat dimaknai sebagai kemampuan memanfaatkan dan membina, tentu memposisikan petani lebih proporsional dan profesional daripada pekerja atau buruh di tanah air negara Indonesia, negerinya sendiri.
Kemana arah disrupsi atau mindset disruption para pejabat struktural pertanian untuk kemajuan pertanian di Indonesia? Revolusi Industri 4.0 atau mungkin 5.0 sepertinya hanya diarahkan ke segmen generasi milenial dan bisnis perkotaan yang telihat wah. Bisnis-bisnis berbasis online begitu dibanggakan, padahal apalah arti semua jika kebutuhan mendasar, ketersediaan pangan dalam negeri tidak mencukupi. Haruskah atau memang by design untuk kebutuhan makanan pokok bangsa sendiri harus disediakan bangsa lain? Menjadi negeri lumbung pangan sekaligus importir pangan terbesar di dunia, sungguh ironis.
Pada faktanya, petani menguatkan pangan dan pejabat menguatkan kekuasaan. Petani masih tetap termarginalkan secara ekonomi. Megah di julukannya, Soko Guru Bangsa, tapi rentan secara ekonomi. Bahkan tidak memiliki daya tawar yang memadai dalam aspek ekonomi. Buktinya hampir setiap panen harga jatuh, dan petani selalu sendirian. Terkalahkan oleh sistem atau mekanisme pasar yang dikendalikan oleh para pemodal. Petani berharap dan sangat rindu negara hadir di saat-saat seperti itu.
Jadi kapan para petani mengalami panen yang sesungguhnya? Pelbagai instrumen kebijakan dari para pejabat untuk memposisikan petani sebagai pahlawan pangan belum efektif, atau tidak serius menjalankannya? Jawaban di lapangan sangat jelas siapa yang belum berbuat apa. Yang jelas petani tetap gurem, dan para pejabat tetap glamour. Nasib petani yang tidak kunjung membaik, ini jelas terkait kelemahan sistem dan struktural pertanian di negeri kita. Padahal di masa pandemi Covid 19 dunia pertanian paling mungkin bertahan dan terandalkan.
Tanpa bahan pangan yang ditanaman petani, kita bisa apa? Belum lagi fungsi strategis bernilai perekat kebangsaan dari petani seperti sikap gotong royong, saling peduli, dan saling memberi. Tanpa harus ikut penataran P4 dan lain-lain seperti para pejabat, tapi aktualisasi kebangsaannya sangat nyata.
Beri jalan kepada para petani agar berdaulat sebagai soko guru bangsa, wahai para pejabat. Namanya soko guru, apalagi soko guru bangsa, harus sangat kuat dan dijaga kekuatannya. Jika tidak bangunan negara rawan runtuh. Seperti kode keras yang disampaikan Arif Satria, Rektor IPB University: jika sistem pertanian di Indonesia tidak ada perbaikan, maka 15 tahun kedepan Indonesia mengalami krisis generasi petani. Saat ini, rata-rata usia petani di Indonesia 47 tahun dan nyata di sawah-sawah sulit sekali menemukan anak muda menggeluti profesi sebagai petani.
Penulis: Achyani, M.Si., (Dosen S2 Pendidikan Biologi UM Metro).
Second Innings Home is the first and only premium housing & health care service facility for senior citizens, in India. Second Innings Home retirement housing project, proposed across the nation features a beautiful campus ideally located in a well-maintained gated community in the format of a Star Hotel with luxurious amenities. The campus is located close to the city and necessary facilities. And yet it retains the comfort of privacy and the warmth of a small community. Visit https://secondinningshome.com/