Menjaga Marwah Diri

Laman Opini UM Metro – Beberapa orang pengemis dan gelandangan tertangkap tangan oleh petugas ketertiban dan keamanan kota dalam sebuah razia. Razia gelandangan dan pengemis itu memang secara rutin diadakan demi menjaga kota dari kesan tidak tertib, kekumuhan dan ketidaknyamanan. Puluhan orang di tangkap dan digelandang ke kantor dinas sosial untuk diperiksa dan didata. Dicatat sebagai orang-orang dengan masalah sosial. Mengherankan ternyata setelah diperiksa dari sekian banyak gelandangan dan pengemis ada yang berpura-pura sakit, berpura-pura cacat dan berdandan “memelas” agar orang lain terenyuh hatinya. Tujuannya untuk menghiba supaya orang memberikan sedekah kepadanya. Sikap mendramatisir kemiskinan sengaja mereka lakukan supaya menimbulkan sikap iba dan belas kasihan sehingga orang lain berempati kepada dirinya.

Di tempat lain dengan waktu yang berbeda, ada orang-orang kaya dengan amplop yang berisi uang sengaja mengundang dan mengumpulkan orang-orang miskin datang ke rumahnya untuk berbagi sedekah. Karena sudah beberapa hari sebelumnya niat bersedekah itu diumumkan, maka berbondong-bondonglah orang datang ke rumahnya demi sebuah amplop yang isinya lima puuh ribu rupiah atau seratus ribu rupiah. Ratusan bahkan ribuan orang miskin atau mengaku miskin berdesak-desakan untuk mendapat bagian. Anak-anak, perempuan, laki-laki, bahkan orang-orang yang sudah sepuh saling dorong dan berhimpit-himpitan. Ada yang teriak histeris karena tergencet oleh yang lainnya, anak-anak menjerit menangis karena badan kecilnya tidak mampu menahan beban himpitan dari orang-orang dewasa. Ada yang jatuh lalu terinjak-injak yang lain, akhirnya amplop tidak didapat namun nyawa melayang. Si kaya dengan riang tetap membagikan amplop sedekah di tangannya.

Dalam peristiwa yang pertama ada orang-orang fakir yang karena kemiskinannya mendramatisir dirinya supaya nampak benar-benar miskin dengan harapan orang lain menjadi jatuh iba dan secara sukarela membantu dirinya. Dia mengeksploitasi kemiskinannya untuk memdapatkan sedekah dan bantuan dari Si penderma. Namun dalam peristiwa yang kedua sebaliknya, bukan si miskin yang mendramatisir dirinya supaya nampak betul-betul miskin, tetapi si kaya yang mendramatisir orang-orang miskin untuk menampakkan status dirinya sebagai si kaya yang dermawan. Yang pertama ada orang yang dengan senagaja menjatuhkan kehormatan dirinya dan yang kedua ada orang yang menjatuhkan kehormatan orang lain untuk kehormatan dirinya.

Di dalam Islam dua perilaku tersebut sama-sama tidak diperbolehkan karena perilaku tersebut telah merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan. Merendahkan kehormatan diri dan kehormatan orang lain. Padahal Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan manusia. Islam memandang pentingnya manjaga kehormatan diri maupun kehormatan orang lain. Ajaran yang memerintahkan untuk menjaga kehormatan manusia itu dinamakan Muru’ah.  Istilah ini kemudian sering disamakan maknanya dengan kata Marwah dalam Bahasa Indonesia.

Muru’ah  secara bahasa bermakna kehormatan dan harga diri. Sedangkan dari segi istilah, muru’ah adalah salah satu akhlak islami yang dapat mengantarkan seseorang untuk memiliki jiwa yang bersih  dan tidak terkungkung dan di perbudak oleh nafsu syahwatnya, karena karakter seorang muslim mempunyai cita cita (himmah) yang tinggi dan sangat tidak suka pada sesuatu yang buruk, rendah dan hina.

Islam mengajarkan kepada manusia untuk menghindarikan diri dari sifat kehinaan kepada diri sendiri. Sifat kehinaan itu bisa bersumber dari perilaku merendahkan harkat dan martabat diri dan merendahkan orang lain. Kehinaan diri bisa juga bersumber dari perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan dan akhlak tidak terpuji yang diperbuatnya. Oleh sebab itu, menjaga kehormatan diri (menjaga marwah) itu bisa dilakukan dengan menghindari perilaku dosa dan maksiat serta menghindarkan diri dari akhlak yang tercela.

Sebagaimana ditunjukkan oleh sifat muru’ah Rasulullah Saw, yang tergambar dalam perjalanan hdiupnya. Pada saat Rasulullah masih remaja, Allah telah memelihara dan melindungi beliau dari sifaf-sifat kotor kaum jahiliyah. Hal itu karena Allah menghendaki beliau menjadi orang terhormat, dan kelak akan diangkat sebagai Rasul-Nya. Beliau memang hidup di tengah-tengah agama kaumnya, tetapi Allah kemudian mengangkatnya sebagai sosok yang memiliki sifat muru’ah paling tinggi di antara mereka, memiliki akhlak paling sempurna, paling baik pergaulannya, paling baik sikapnya terhadap tetangganya, paling jujur perkataannya, paling besar sifat amanahnya dan paling jauh dari sifat keji dan hina.

Dalam sebuah Hadits yang bersumber dari Abu Hurairah r.a Rasulullah Saw bersabda, “Kemuliaan orang mukmin ada pada agamanya, kehormatannya ada pada akalnya, sedangkan keutamaannya ada pada akhlaknya”. Dalam hadits lain yang cukup dikenal luas, diriwayatkan oleh Abu Mas’ud, Rasulullah Saw bersabda: “Jika engkau tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sesukamu”.

Imam Al-ghazali dalam sebuah risalahnya yang berjudul  al-Adab fi al-Din, yang terhimpun dalam Majmu’ah Rasail al –Imam al-Ghazali. Menyatakan ada adab-adab yang harus di dimiliki orang faqir (miskin) – senantiasa bersifat qanaah, tidak menampakkkan diri sebagai orang yang membutuhkan bantuan, tidak berpakaian sedemikian rupa dan mendramatisasi keadaan yang sebenarnya, tidak tamak, suka merawat, menampakkan kecukupan di hadapan orang-orang yang menjaga kehormatan diri dari kalangan ahli agama, menghormati orang-orang kaya tanpa ada maksud menjilat, menampakkan kecukupan di depan orang kaya tanpa bersikap putus asa dari mereka, tidak bersikap takabur kepada orang kaya, tidak menghinakan diri dengan tetap menjaga hati serta berpegang teguh pada agama ketika melihat kondisi mereka.

Kehormatan diri adalah milik semua orang. Milik yang kaya maupun yang papa. Milik yang berilmu maupun tidak berilmu. Milik laki-laki maupun perempuan. Maka tidak sepatutnya jika orang menghinakan dirinya sendiri atau menghinakan orang lain. Menjadi miskin bukan kesalahan, karena itu jadilah orang miskin yang memiliki marwah dengan tetap terus berusaha dan berikhtiar mencari rezeki yang halal dan pantang meminta-minta. Jadilah orang kaya yang bermartabat dengan tidak merasa pongah dan merendahkan orang lain. Jadilah orang berilmu yang bermartabat dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan tetap bersikap rendah hati.  Pada akhirnya cara menjaga marwah diri yang utama adalah dengan menghiasai diri dengan akhlakul karimah dan menghindarkan diri dari perilaku dosa dan maksiat. Karena itu adalah puncak dari kehormatan manusia. (mh.01/02/22)

Penulis : Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Anggota BPH UM Metro)