
Laman Opini UM Metro – PPKM Skala besar, penyekatan, bahkan lockdown, merupakan salah satu opsi yang disarankan para ahli untuk melawan laju penularan Covid 19. Beberapa daerah telah menerapkan opsi tersebut. Namun, jika kita lihat berita akhir-akhir ini, mengenai masyarakat yang abai bahkan melawan himbauan pemerintah, kita menjadi bertanya. Bisakah opsi tersebut diterapkan saat ini ?
Pertanyaan tersebut ternyata telah dijawab oleh Gubernur DI Yogyakarta. Sultan HB X selasa lalu (22/6) membatalkan rencana penerapan PSBB di DI Yogyakarta. Padahal, sebagian daerah di DI Yogyakarta telah menjadi zona merah. Banyak hal yang menjadi alasan beliau, diantaranya adalah alasan ekonomi dan alasan tidak akan dipatuhinya aturan tersebut oleh masyarakat.
Kita juga menyaksikan, berita mengenai masyarakat di Madura yang nekat menjebol penyekatan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini menegaskan, sangat sulit menerapkan lockdown ataupun penyekatan di situasi saat ini. Beberapa penyebabnya adalah masyarakat yang sudah abai terhadap pandemi Covid 19. Lihat saja komentar para netizen menanggapi berita tentang Covid 19. Anda akan mendapatkan banyak komentar yang berisi meragukan keberadaan Covid 19, berbagai isu konspirasi, atau merasa Covid 19 bukanlah hal yang perlu ditakutkan.
Kajian Psikologi telah lama menjelaskan fenomena ketidak patuhan masyarakat dalam melakukan upaya kesehatan. Beberapa ahil psikologi di Amerika mengembangkan Healt Belief Model (HBM). HBM terdiri dari Persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, petunjuk untuk aksi kesehatan, dan efikasi diri.
Respon umum manusia terhadap situasi pandemi Covid 19, tentu saja ketakutan dan merasa tidak dapat mengontrol untuk mengakhir pandemi Covid 19. Semua orang pasti ingin situasi pandemi segera berakhir. Sehingga ia bisa kembali tenang, nyaman dan tidak perlu takut lagi. Jika respon ini disandingkan dengan HBM. Maka seseorang akan berusaha menciptakan ketenangan dan kenyamanan palsu dengan ; mempersepsikan ia kuat dan tidak rentan terhadap Covid 19, mempersepsikan bahwa Covid 19 tidak akan membuat keparahan, mengarahkan persepsinya dengan mencari arahan atau berita-berita yang mendukung upaya mendapatkan keamanan palsu (percaya terhadap berita hoax). Beberapa hal tersebut akhirnya mengembangkan efikasi diri yang palsu, bahwa ia aman dari Covid 19, atau menilai Covid 19 tidak berbahaya bagi dirinya, atau menilai bahwa ia telah menemukan obatnya. Efikasi diri palsu tersebut membuat seseorang kembali merasa nyaman dan merasa situasi telah normal.
Situasi tersebut membuat banyak masyarakat tidak patuh terhadap kebijakan yang diterapkan pemerintah. Ditambah situasi Pandemi Covid 19 yang sudah berlangsung sangat lama. Maka kebijakan lockdown dan penyekatan akan terus ditentang oleh masyarakat.
Opsi lain yang ditawarkan oleh ahli kesehatan selain lockdown dan penyekatan, adalah vaksinasi. Kita bisa melihat beberapa negara sukses keluar dari pandemi karena berhasil dalam program vaksinasi Covid 19. Sepertinya opsi vaksinasi ini lebih menjanjikan. Tentu saja pemerintah harus berupaya keras menyediakan banyak dosis vaksin untuk masyarakat. Selain itu, yang tidak kalah penting, pemerintah harus mulai mensosialisasikan program vaksinasi secara masif. Diharapkan sosialisasi program vaksin dapat mengalahkan informasi hoax tentang vaksin. Serta mempertimbangkan, mengunakan pendekatan ilmiah ilmu perilaku dalam upaya mengarahkan perilaku masyarakat.
Penulis: Dr. Satrio Budi Wibowo., S.Psi., M.A (Dosen FKIP UM Metro)