Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat sesudah) empat puluh malam, lalu kalian menjadikan anak lembu (sembahan kalian) sepeninggalnya dan kalian adalah orang-orang yang zalim” (Al Baqarah ayat 51).
Jika kita belajar ilmu maqulat atau pengkategorian, manusia ada dua kategori, sisi ruh (soul) dan sisi jasmani (fisik). Subtansi manusia ada pada ruh nya, sedangkan accident ada pada jasmaninya. Hakikatnya keduanya saling berkaitan, akan tetapi kesempurnaan tidak akan tercapai tanpa keduanya. Sehingga memenuhi kebutuhan keduanya adalah jalan menuju kebahagiaan sempurna.
Akan tetapi ada masalah dalam diri manusia, sering salah berlogika (logical fallacy) ketika menganggap kebahagiaan berangkat dari terpenuhinya hal-hal yang bersifat materi, karena dapat langsung dirasakan, dinikmati dan dilihat oleh manusia.
Capaian yang bersifat materi akan menghadirkan pujian, apresiasi dan bahkan menjadi trending. Itulah mengapa manusia sangat sering terjebak pada kebahagiaan materialisme ini.
Dalam konteks ke Tuhanan, mengapa banyak manusia yang terjebak dengan sesembahan berhala, karena berhala adalah materi, dan nampak oleh panca indera.
Mengapa banyak manusia kurang percaya dengan Allah SWT, karena satu-satunya Tuhan yang benar-benar tidak di simbolisasi kan, tidak digambarkan dan tidak dibentuk seperti apapun.
Maka tema saya hari ini adalah materialisme lebih menggoda dari iman. Karena banyak orang yang tergoda dengan materi duniawi dari pada iman yang hakikatnya makanan jiwa manusia, sebagai subtansi dari eksistensi manusia.
Sejarah manusia telah membuktikan ketika manusia sering salah meletakkan logika ini, ketika mereka terlena kepada materi. Nabi Adam terlena dengan keindahan pohon dari pada keindahan janji Allah, kaum Nabi Ibrahim terlena dengan keindahan berhala dari pada keindahan kuasa Allah SWT, begitu juga dalam surat Al Baqarah ayat 51 ini, kaum nabi Musa terlena dengan anak sapi dari pada janji taurat.
Surat al Baqarah ayat 51 ini menggambarkan bagaimana ketika setelah Musa dan Bani Israil selamat dari kejaran Fir’aun, kemudian Musa mendapatkan tugas menerima taurat selama 40 hari, dan Harun diamanahkan mengganti Musa memimpin kaumnya. Akan tetapi Samiri sebagai orang yang pernah mendapatkan asuhan Jibril, dan selalu berinteraksi dengan orang musyrik, menyesatkan kaum Musa dengan menyembah anak sapi yang dibuat dengan bekas tanah injakan kuda Jibril as.
Inilah bahayanya materialisme, karena sangat menggoda manusia, umat yang hanya ditinggalkan Nabinya 40 hari dapat terlena dan tersesat dengan bujuk rayu materi berhala.
Hari ini betapa banyak manusia yang terjebak pada ruang materialisme ini, mereka lebih menyukai Tuhan berbentuk materi, semua ukuranya materi, bahkan agama pun dimaterialisasikan.
Oleh sebab itu ketika agama saat ini penuh nilai materialis maka orang yang ragu kepada agama lebih yakin dengan capaianya, karena agamapun tujuannya adalah materi.
Sehingga saat ini hendak nya agama harus menguatkan pada wilayah spiritual bukan melakukan matrialisasi agama. Misal semua ibadah harus terkait dengan kelancaran rezeki, kekayaan dan kesuksesan.
Tujuan agama bukan untuk itu, matrialisasi hanya sedikit hikmah, tetapi tidak dapat menjadi standar. Hendaknya agama lebih menjadi nutrisi jiwa, mengenalkan Tuhan dengan benar kepada manusia, walau memang mendapatkan kesulitan dalam proses penyampaian.
Karena ketika agama dimaterialisasikan akan menjadi kesalahan berfikir umat dan sangat berbahaya dalam membangun kesimpulan.
Insan profetis akan lebih tertarik dengan sesuatu yang lebih bernuansa spiritual, membangun keyakinan kepada Allah SWT, walau sesuatu yang memang tidak nampak. Karena insan profetis bukan manusia matrialis, yang nalar fikirnya selalu diukur dengan materi, karena itu adalah sesat fikir yang sangat berbahaya bagi peradaban.
Seri Bahagia dengan Al-Qur’an
Penulis : Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)