Manusia sebagai Makhluk Konseptual

Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar (Al Baqarah ayat 31).

Setelah Allah SWT menyatakan bahwa akan menciptakan Khalifah di bumi, maka Allah SWT menyampaikan tentang pengajaran nama-nama kepada Adam, dan didemonstrasikan kepada para malaikat. Lalu giliran malaikat diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyebutkan nama-nama tersebut kepada Allah, untuk membuktikan keunggulan Adam dan keraguan para malaikat akan kerusakan yang akan terjadi di muka bumi.

Dalam ayat tersebut dapat di fahami dalam beberapa hal:

Yang pertama, Allah SWT Pengajar Hakiki

Allah SWT memiliki sifat Al ‘Alim, artinya Yang Maha Mengilmui, sifat ini adalah sifat yang mencakup segala pengetahuan, menetepkan segala nama dan Sunnah kauniyah (hukum alam) yang terstruktur dengan baik dan rapi. Dari sifat inilah semua pengetahuan berasal, baik ilmu tentang ketauhidan, maupun ilmu tentang alam semesta. Sehingga dapat difahami semua ilmu pengetahuan adalah pancaran sempurna dari ilmu Allah SWT dalam sifat Nya Al alim ini.

Dengan ke Maha Mengetahui Nya Allah SWT ini, maka Allah SWT adalah Zat yang mengajarkan manusia, apa yang manusia tidak ketahui. Sebagaimana Allah SWT ajarkan Adam akan nama-nama dalam ayat di atas. Juga dalam surat Al alaq, Allah SWT firmankan ‘allamal insaana maa lam ya’lam yang Allah mengajarkan manusia apa yang dia tidak ketahui. Dan masih banyak lagi ayat bahwa Allah adalah pengajar sejati ilmu manusia.

Mungkin banyak ilmuwan yang merasa dia mendapatkan pengetahuan dari dirinya, kecerdasannya, tapi dia lupa, bahwa ada Zat yang memberikan ilmu yang mutlak. Sikap merasa memiliki ilmu dari kemampuan diri sendiri adalah kesombongan yang sangat besar, sebagaimana yang terjadi pada Qarun ” Qorun yang sombong menjawab, “Sesungguhnya aku diberi harta karena ilmu yang kumiliki.”

Sikap merasa mendapatkan sesuatu dari diri sendiri dapat menggejala dalam setiap aspek, terutama fitnah para ilmuwan adalah merasa mendapatkan pengetahuan dengan kerja kerasnya, penelitiannya dan segala usahanya. Sedangkan dia lupa, bahwa otak yang dia miliki diciptakan Allah SWT, alam semesta yang ia teliti adalah ciptaan Allah SWT, manusia hanya mampu menyusun bukan menciptakan, manusia hanya bisa mengembangkan tidak mampu membuat inti sesuatu.

Sudah waktunya saat ini ada ketawaduan ilmiah, untuk menjadikan pengajar hakiki adalah Allah SWT, sehingga semakin tinggi ilmu kita, semakin tunduk kita kepada Allah SWT.

Kedua, Adam makhluk konseptual

Dalam ayat tersebut Allah SWT menyebutkan pengajarannya akan nama-nama. Nama adalah sebutan atau label yang diberikan kepada benda, manusia, tempat, produk dan bahkan gagasan atau konsep, yang biasanya digunakan untuk membedakan satu sama lain. Nama dapat dipakai untuk mengenali sekelompok atau hanya sebuah benda dalam konteks yang unik mapun yang diberikan.

Nama adalah simbol konsep, karena dengan sebuah nama kita mampu memahami sesuatu, nama adalah konsep, yang memiliki susunan variabel-variabel, sub variabel dan indikator.

Mengapa saya menyebut adam atau manusia sebagai makhluk konseptual, karena manusia memiliki kemampuan untuk menjelaskan akan konsep tersebut, mengembangkannya dan membuat kreasi selanjutnya.

Inilah alasan diserahkan kepada manusia, karena alam semesta adalah konsep yang akan dikembangkan oleh manusia dengan akal konseptualnya, beda dengan Malaikat yang tidak memiliki itu. Sehingga andaikata dunia diserahkan kepada malaikat maka tingkat kemampuan mengelola dan mengembangkan tidak seperti manusia.

Dunia yang dipenuhi dengan nama nama baik makluk hidup maupun yang tidak hidup, adalah konsep yang hendaknya difahami oleh manusia. Setiap nama  baik yang real maupun abstrak, memiliki makna yang sangat luas. Sehingga tidak tepat yang mengatakan” apa arti sebuah nama karena nama memiliki sebuh filosofi, konsekwensi yang sangat luar biasa.

Oleh sebab itu dalam Islam dilarang memberikan nama yang tidak baik, nama kekafiran, kemunafikan atau nama yang menyerupai hal hal yang buruk. Karena manusia akan dibangkitkan dengan disebut nama dirinya dan ayahnya.

Yang ketiga, demonstrasi kebaikan sebagai bukti kebenaran

Ada yang menarik dalam konten ayat di atas, ada kalimat tsumma ‘aradhahum ‘ala Al malaikah yang artinya kemudian Allah SWT  mengemukakannya kepada para malaikat. Kata aradhahum artinya mengemukakan, mendemonstrasikan. Sehingga bazar dalam bahasa Arab ma’rad. Allah SWT mendemonstrasikan kemampuan Adam di depan malaikat, dengan tujuan para malaikat akan memahami bagaiamana keunggulan Adam sebagai Khalifah, dan menghilangkan keraguan mereka. Bahkan Allah SWT meminta Malaikat untuk menyebutkan nama-nama tersebut, akan tetapi malaikat tidak mampu. Sehingga mereka merasakan keistimewaan Manusia. ini adalah pentingnya demonstrasi kebaikan, dalam kehidupan hendaknya insan profetis mampu mendemonstrasikan segala kebaikan kepada manusia, agar hilang berbagai keraguan dan pertentangan mereka.

Demikianlah metode demonstratif yang Allah nampakan dalam membuktikan kehendaknya kepada malaikat, bukan memurkainya.

Yang keempat, tasbih ketidaktahuan

Ada ungkapan indah malaikat ketika mereka mengakui ketidaktahuan, subhanaka la ilma Lana Illa ma alamtana. Tasbih ini adalah tasbih ketawaduan malaikat, yang hendaknya juga dilakukan oleh Manusia. Ketawaduan adalah pengakuan diri manusia bahwa tidak ada pengetahuan yang dia dapatkan kecuali Allah SWT telah mengkaruniakanya.

Sikap saat ini banyak di tinggal kan oleh mereka yang merasa berilmu, bahkan mereka mengedepankan kesombongan nya.

Dalam adab Islam, para ulama setiap akan melakukan kajian, menyampaikan selalu berdoa, bahkan sholat hajat, agar mereka mendapatkan bimbingan Allah SWT. Ketika selesai menyampaikan, selalu mengakhiri dengan Allahu a’lam. Disinilah tasbih ilmuwan yang hendaknya menjadi kebiasaan bagi seorang muslim.

Ilmuwan profetis hendaknya menajdikan ayat ini sebagai jalan pengakuan tertinggi akan kelemahan dirinya dihadapan Allah SWT, begitu juga dalam menyampaikan ilmu, mereka senantiasa memohon bimbingan Allah SWT.

Seri Bahagia dengan Al-Qur’an!
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)