MAHASISWA POBIA ISLAM

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, dari sejarahnya kita adalah masyarakat yang selalu melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan baik, membangun paradigma Islam berposisi sebagai agama yang cinta dan cintai oleh seluruh masyarakatnya terbukti dengan banyaknya organisasi keislaman di Indonesia bahkan sampai merambah kepartai Politik, semua itu adalah ikhtiar untuk menjaga eksistensi Islam sebagai agama yang besar secara kuantitas juga besar dan baik secara kualitas.

Islam sendiri sebagai basis agama terbesar di Indonesia, selalu membangun kepercayaan masyarakat untuk menentukan segala pilihan hidup bermasyarakat dan bernegara. Namun apakah hal ini tidak ada masalah ? Justru masalahnya ada pada umat Islamnya itu sendiri, maklum bagi kita musuh datangnya dari luar karena kita akan melawan dengan pasukan yang siap berperang, lalu apakah kita bisa tenang jika musuh itu adalah anggota dari pasukan kita? Yang bahkan kita tidak tahu itu siapa?

Penganalogian ini seakan membawa pola pikir kita kearah Islam sebagai agama besar, tapi musuhnya jauh lebih besar. Karena lawan datangnya bukan hanya dari luar tapi juga dari penganut Islam itu sendiri.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).

Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah kebenaran yang sudah tersebar, adalah kebenaran yang sudah kita rasakan, artinya kita sudah hidup dalam fase, kebenaran adalah sesuatu yang perlu kita usahakan dan kebaikan adalah kebenaran yang perlu kita syi’arkan, karena asingnya Manusia dalam menjalankan syari’at Islam adalah bentuk dari tanda-tanda akhir zaman.

Lalu siapa yang mengasingkan ajaran Islam apakah imperialisme barat, ataukah hegemoni politik asing atau jangan-jangan asing karena umat itu sendiri?

Pobia Islam atau ketakutan yang sangat terhadap ajaran Islam dibangun atas dua hal mendasar, pertama dari luar ketakutan itu dipamerkan oleh musuh-musuh Islam dan kedua dari dalam ketakutan itu muncul karena umatnya malu menampakkan keislaman pada dirinya.

Mirisnya musuh dari dalam itu datang dari Agent of change nya dunia, dan agent of social controlnya masyarakat. Benar, mereka adalah mahasiswa.
Tuduhan ini bukan tanpa alasan, mahasiswa dengan keseharian aktivitas kampus yang amat padat, ada banyak sekali interaksi, kreasi dan hasil karya yang selalu tereksploitasi didalam kampus, nyatanya inilah yang menjadi cambuk reduksi Islam didalam kampus.

Pobia tidak selalu berawal dari rasa takut, tapi awal dari ketakutan muncul karena malu menampakkan. Mahasiswa sadarilah Polarisasi pobia Islam sedang ada disekitar kita dan mengelilingi langkah pergerakan kita. Anggapan religius adalah bagi mereka yang berasal dari program studi agama Islam adalah redaksi yang bukan omong kosong. Berawal dari ini, kita selalu melihat bagian dari dakwah dan mendakwahkan agama Islam adalah bagi mereka saja yang mendalaminya. Bagi mereka saja yang sedang menempuh mata kuliah itu dan hanyalah tugas bagi mereka yang berada didalam ruang lingkup fakultas agama Islam. Hal ini sudah jauh-jauh hari kita rasakan, ketakutan untuk menyampaikan kebenaran dan merasa tidak butuh akan ilmu Islam. Sedikitnya pemahaman karena tidak mau belajar dan ini adalah awal terdegradasinya keislaman pada seseorang, malu menyampaikan apalagi menampakkan.

Sekarang kita bahas dalam hal menampakkan diri sebagai wajah Islam. Barangkali kita mulai dari cara berpakaian, nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam memerintahkan kepada umatnya untuk menaikkan celananya diatas mata kaki, terlepas dari perbedaan pendapat akan hal ini tapi kita tidak pernah bisa mengelak bahwa ini memang datangnya dari Nabi kita.

Lalu dunia kampus seakan menjadi media bulying terhadap mereka yang mengamalkan ajaran ini, ada yang mengkaitkan dengan sekte tertentu, organisasi tertentu dan bahkan yang lebih parah ditakuti karena dianggap mengikuti kelompok radikal karena selain ‘cingkrang’ ternyata juga berjenggot. Lengkap sudah. Hal ini bisa saja tidak ditertawakan langsung dihadapan banyak manusia, tapi bisa jadi hatinya yang menertawakan keislaman orang yang menjalankan syari’at agama Islam, padahal ia juga bergama Islam. Miris bukan

Belum lagi hal ini ditemukan bagi mereka wanita yang juga menjalankan syari’at memakai cadar, dan menjulurkan jilbab hingga keseluruh tubuh, bagi kita itu adalah kebaikan, namun pasti kita akan menemukan ini adalah bahan ejekan empuk untuk diolah menjadi bahan tertawaan. What’s wrong?

Lagi-lagi bisa jadi dia tidak menertawakan dihadapan umum, tetapi merasa tidak menerima dengan tidak nyaman dari sikap dan perbuatannya.
Lalu muncul julukan ukthi-ukthi, yang menjadi paradigama kampus dalam membangun kepercayaan bahwa itu hanyalah sekolompok mahasiswi kampus berhijab besar. Apakah kita termasuk yang menertawakan?

Sebetulnya ketakutan atau pobia Islam memang erat kaitannya dengan imperialisme budaya barat yang mengikis sedikit demi sedikit kelembutan keislaman masyarakat Indonesia, dan parahnya yang menjadi target utamanya adalah anak-anak dan yang paling diincar adalah mahasiswa,

Kita sadari pola hidup masyarakat modern adalah pola hidup yang menjauhkan kita dari ketaatan, lihat saja betapa banyak tempat hiburan, berapa banyak tempat tongkrongan berapa banyak tempat-tempat wisata dengan berbagai bumbu-bumbunya yang menjauhkan mahasiswa dari tempat ibadah dari majelis ilmu yang seharusnya mereka selami, sebagai bekal menjemput masa depan. Sadar atau tidak dunia selalu mengajak mahasiswa untuk memainkan peran hedonis, gaya hidup instan dan pola hidup yang sangat tidak terstruktur. Yang benar-benar membawa kepada ketidakmampuan diri sebagai wajah penerus kejayaan islam.

Jangan sampai sebutan Agent of change pada kita (mahasiswa) kita jadikan alat untuk mereduksi nilai-nilai Islam dari setiap agenda keorganisasian, jangan sampai organisasi kampus sebagai tempat dimana kita tidak merasakan sentuhan nafas Islam, tidak pernah diajarkan didalamnya nilai-nilai keislaman dan ketauhidan, jangan sampai sibuknya kita dalam mengerjakan tugas memabawa kita lupa akan tugas kita sebagai ciptaan Allah Subhahuwata’ala yaitu untuk beribadah.

Jangan sampai ketidakmampuan kita melajankan syar’iat islam membawa kita kejalan penistaan ajaran-ajaran islam terhadap diri kita dan orang lain dengan cara meremehkan ajaran Islam.

Ini adalah masalah yang besar, tapi ini adalah ladang dakwah bagi setiap mahasiswa yang mengaku dirinya Islam, kalaupun kita belum bisa memperbaiki secara keseluruhan maka lakukan Sesuai kemampuan, perbaiki diri dengan kebaikan ajaran Islam. Tebarkan dan segarkan ke segala penjuru kampus akan kebaikan islam Serts sebarkan nilai-nilai tauhid dalam setiap pergerakan, jangan sampai dakwah Islam dianggap sebagai sesuatu yang menjenuhkan, ajak mahasiswa untuk memainkan peran penting sebagai tokoh amal Ma’ruf nahi Munkar.

Semoga Allah memudahkan kita untuk mencintai agama kita, dan semoga kita dimudahkan untuk menjalankan syari’at Islam serta karena ketidakmampuan kita dalam menjalankan syari’at Islam adalah cambuk bagi kita untuk terus belajar dan memperbaiki diri bukan untuk menertawakan keislaman pada seseorang.

Barakallah fikum

 

Hafis M Kaunang Ataji, Mahasiswanya Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Metro



Tinggalkan Balasan