Ketika Harus Nafsi-nafsi di Hari Kiamat

Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Dan jagalah diri kalian dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun, dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong(Al Baqarah 48)

Ketika menikmati aliran keindahan bahasa Al Qur’an, sebelumnya memerintahkan ingat akan nikmat Allah SWT, kemudian Allah memerintahkan untuk takut akan hari pembalasan, seakan ingat dan takut adalah dua hal yang sangat korelatif.

Mengapa kita disuruh banyak ingat mati, karena kita akan banyak takut akan beratnya kematian. Mengapa kita disuruh banyak ingat akan nikmat, karena kita akan takut betapa susahnya ketika nikmat tak ada dalam diri kita. Mengapa kita disuruh ingat selalu kepada Allah, karena kita akan selalu takut ketika akan melakukan yang Allah tak ridho dengan kita.

Ketika ayat 48 surat Al Baqarah mengatakan, Dan jagalah diri kalian dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun, dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong maka ini mengindikasikan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk takut akan hari kiamat, untuk menjaga diri dari segala keburukan kiamat.

Kata ittaqu dalam bahasa Arab berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayatan yang bermakna mencegah, takut . Ketika mendapatkan tambahan huruf Alif dan ta menjadi ittaqa yang sering dimaknai takwa. Sehingga prinsip takwa adalah mencegah, takut. Orang yang takut kepada Allah, akan lebih mampu mencegah dari segala keburukan, orang yang mencegah dari maksiat menunjukkan dirinya takut kepada Allah.

Surat Al Baqarah ayat 48, Allah SWT mengajak manusia melakukan metode berfikir futuristik, membayangkan bagaimana keadaan dihari kiamat, ketika manusia akan menjadi penanggung jawab bagi dirinya sendiri, ketika tak ada penolong apalagi pelindung bagi dirinya.

Kemampuan berpikir ini sangat penting bagi manusia, untuk menghadirkan kelembutan hati, sehingga iman hadir dalam diri seseorang. Ketidak mauan berfikir akan hal ini melahirkan rasa cuek seakan tak ada akhirat kelak, bahkan seakan hidup berhenti setelah kematian.

Orang beriman akan mendapatkan banyak value dalam ayat tersebut, sehingga mereka akan sangat berhati-hati dalam hidupnya:

Yang pertama, tidaklah manusia dibalas kecuali dengan amalnya.

Ini adalah kondisi hari kiamat ketika manusia akan menghadap Allah SWT dengan kesendirian dirinya (Nafsi-nafsi), kecuali mereka yang mengikuti jalan para nabi dan rasul dengan tulus ikhlas. Bagi mereka yang sombong seperti Bani Israil, mereka akan merasakan kesulitan, karena kawan mereka di dunia tidak ada yang menjadi penolong, bahkan membantupun tidak.

Mereka di dunia merasa memiliki kelompok, komunitas besar, tetapi diakhirat mereka tak mendapatkan apa-apa dari komunitas tersebut, mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Bahkan keluargapun lari dari mereka, bersedih pun tidak melihat kesulitan dirinya di akhirat.

Berbeda dengan orang beriman yang selalu bersama keimanannya, kelompok orang beriman, mereka akan saling membantu dan menolong diakhirat, apalagi syafaat Rasulullah saw.

Yang kedua, tidak diterima syafaat dan perlindungan

Inilah nasib orang kafir, seperti Bani Israil, mereka tak ada sedikitpun syafaat dan perlindungan dari siapapun, walaupun harta mereka telah mereka curahkan untuk membantu manusia, tetapi karena mereka tidak beriman kepada Allah, maka tak ada pertolongan yang sampai kepada mereka.

Disinilah pentingnya iman, iman akan menjadi daftar absen, bagi siapa yang akan mendapatkan syafaat nabi, akan mendapatkan perlindungan saudaranya, karena pengait itu semua adalah iman.

Kesombongan manusia akan amalnya, harus dihilangkan, karena amal manusia tak bernilai tanpa iman dalam dirinya.

Kurang berjasa apa Firaun dalam membangun Mesir, Namrud di Babilonia, Qarun dengan besarnya kariawan dan pegawainya, tetapi karena iman tak ada dalam dadanya, semua tak bermanfaat di akhirat. Saat ini betapa banyak orang merasa berjasa, menyediakan lapangan kerja, temuan ilmiah menggerakkan ekonomi dunia, tapi dia tidak beriman, maka sungguh akan menjadikan dirinya rugi di akhirat, karena absen kebaikan berawal dari imanya.

Ketiga, tak ada pertolongan Allah

Orang kafir tak akan mendapatkan pertolongan Allah diakhirat, berbeda dengan orang beriman, yang Allah SWT akan beri pertolongan walau hanya ada iman di dalam hatinya sebesar biji sawi.

Ini menunjukkan bahwa besarnya efek iman. Sehingga manusia harus mampu memfokuskan diri pada iman, dengah iman hadir amal Sholih. Jangan terlena dengan amal Sholih, tapi beramal tanpa iman, yang akhirnya lupa dengan berbagai capaian duniawi, gemuruh sorak Sorai orang yang kagum pada dirinya,.

Iman adalah kunci selamat diakhirat, ketika kita benar-benar yakin dalam dada kepada Allah SWT dan segala unsur keimanan, dan tidak ragu sedikitpun.

Dengan inilah banyak orang yang nanti kecele (bahasa Jawa) karena merasa beramal, berjasa besar di dunia tapi di akhirat amalnya hilang dan tak tercatat sedikitpun, mengapa ? Karena mereka beramal tanpa iman. (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya(Al Kahfi 104).

Insan profetis akan menjadikan iman sebagai dasar dalam beramal ilmiah dan berilmu amaliyah, karena mereka orang yang yakin ada balasan setelah kematian. Apa yang mereka lakukan adalah ibarat menanam biji tumbuhan yang akan menghasilkan batang, ranting, daun dan buah, semuanya berawal dari biji apa yang mereka tanam. Jika biji iman maka akan membuahkan iman. Tetapi jika biji racun, maka capeknya mereka akan ditebus dengan kehancuran dirinya karena mendapatkan racun di dalam buah mereka.

Maka jangan remehkan iman, yang mana dia adalah Jauhar atau inti hidup yang tak nampak, tapi mampu kita rasa. Jangan sombong dengan yang nampak, karena itu hanya pendamping (aradh) yang sangat fana, jangan terlena dengan apa yang kita lakukan, tapi fokus karena siapa kita melakukan dan untuk mendapatkan apa?

Seri Bahagia dengan Al-Qur’an
Penulis : Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)