Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(Al Baqarah ayat 39)
Tidak ada kenyang dalam menikmati suguhan ilahi yaitu Al Qur’an, bahkan hari ini kita meningkatkan pada level tilawah sebagai sebuah perniagaan ilahi, perniagaan yang tidak pernah merugi. Perniagaan yang akan membuat manusia mendapatkan keuntungan tak terbatas.
Perniagaan adalah bisnis, setiap bisnis pasti mengalami kerugian, tetapi tilawah Al Qur’an (selalu melalukan replikasi dan pendalaman) adalah bisnis hakiki yang tak akan rugi. Karena kita jual amal kebaikan kita kepada Allah dan Allah beli setiap huruf dengan sepuluh kebaikan, kebaikan dunia kita, kebaikan akhirat kita. Kebaikan dunia bisa berupa karir baik kita, kesehatan kita, rezeki kita, ilmu kita, kebaikan akhlak kita, anak Sholih kita, istri Sholih kita dan seterusnya. Sedangkan akhirat berupa syafaat, surga, dan tingkatan surga tertinggi bahkan mahkota dan jubah cahaya dari surga.
Tilawah insan profetis harus balance antara tilawh lafdziah yaitu membaca dan mengulang bacaan harian, bisa satu juz sehari, dan juga tilawah maknawiyah yaitu merenungi dan memahami isi Al-Qur’an sebagai jalan penerang hidup kita.
Hari ini kita mendapatkan novelti sangat luar biasa dari Al Baqarah ayat 38 : ” Sesungguhnya orang-orang kafir dan mendustakan ayat-ayat Allah, mereka penghuni neraka dan kekal di dalamnya dari ayat ini ada dua hal yang sangat penting, yang pertama adalah ingkar dan kedustaan awal dari kesengsaraan, dan kedua, Neraka adalah puncak kesengsaraan. Mari kita jelaskan dan nikmati pesan ilahi ini:
Pertama adalah ingkar dan kedustaan awal dari kesengsaraan,
Kata alladziina kafaru orang-orang yang kafir (ingkar) dalam ayat ini dapat dijelaskan dengan pendekatan bahasa. Kata kafir yang sempat menjadi perbincangan dalam dunia politik, karena dianggap sebuah ungkapan yang kasar dan merendahkan orang lain. Sehingga harus membangun istilah bagi orang selain Islam dengan non-Islam dan lain sebagainya.
Hakikatnya kafir adalah bukan sebuah ungkapan subjektif, tetapi lebih kepada ungkapan objektif, karena bukan menyebut personal dan sebuah institusi. Tetapi lebih pada ungkapan sifat.
Kafir asal kata dari kafara yang artinya menutup. Artinya orang kafir orang yang menutup dirinya dari sesuatu. Orang yang bukan Islam disebut kafir karena dia menutup diri dari Islam, dan tidak menerima Islam sebagai agama.
Akan tetapi kafir ada dua bagian, kafir hakiki dan kafir maknawi. Kafir hakiki adalah mereka yang selain Islam. Sedangkan yang maknawi, semua yang mereka ingkar akan kebenaran walau hanya satu dari sekian banyak kebenaran maka termasuk kafir, walau tidak dapat dijudgment.
Sehingga orang yang tidak bersyukur bisa disebut kufur nikmat, karena ingkar akan segala nikmat yang Allah SWT berikan kepadanya.
Dalam ayat ini kata kufur dikaitkan dengan ayat-ayat ALLAH SWT, yang secara khusus adalah Al Qur’an. Mereka yang ingkar akan Al Qur’an, isinya dan amalnya maka akan mengalami kesengsaraan.
Mengapa?
Karena Al Qur’an jalan kebahagiaan, Al Qur’an berisi arah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti orang yang berjalan salah jalan maka dia akan tersesat dan susah selalu. Tak akan sampai pada tujuan.
Sedangkan faktanya hari ini, mayoritas umat Islam benar-benar kurang perhatian dengan Al Qur’an. Tidak mengalami, merenungi, memahami, menurunkan dalam amal, aturan yang akan membuat kemajuan pribadi maupun institusi.
Insan profetis hendaknya menjadikan Al Qur’an sebagai kitab acuan dalam setiap aspek hidupnya, jika dia seorang pendidik, maka bagaimana Al Qur’an mengarahkan pendidikan yang baik, harus benar-benar difahami.
Jika seorang ahli hukum maka dia buka Al Qur’an dan memahami bagaimana Allah memberikan arah akan hukum yang baik dan benar, jika dia politisi maka dia buka Al Qur’an dan mengaji bagaimana Al Qur’an mengarahkan politik yang penuh Khidmah.
Hati insan profetis harus benar-benar yakin akan konsepsi Al Qur’an, sebagai jalan kembali kepada fitrah kebenaran, untuk mengembalikan dunia menjadi baik dan teratur.
Efek meninggalkan Al Qur’an terlalu jauh, seperti orang yang meninggalkan makan dalam waktu yang lama, maka dia akan sakit dan menuju kepada kematian. Sama dalam hidup kita, terlalu jauh meninggalkan Al Qur’an karena tidak percaya akan konsep nya membuat kita semakin sakit hati dan membawa kepada kematian hati, bahkan kehancuran kehidupan dunia, karena manusia sudah tidak mengikuti arahan Allah, tapi nafsu syahwatnya.
Kedua, Neraka adalah puncak kesengsaraan
Efek tidak percaya, bahkan ragu dengan Al Qur’an, dengan konsepsi hidup Al Qur’an, akan membawa kesengsaraan abadi, dunia dan akhirat.
Jika ada yang bertanya, orang yang sama sekali tidak faham Al Qur’an, dia hidup bahagia, kaya sejahtera, itu hanyalah tampak luarnya saja di dunia. Kita tidak perlu membahas bagaimana di akhirat, karena sudah jelas siksa neraka sebagai puncak kesengsaraan.
Neraka adalah simbol ilahiah sebagai puncak kesengsaraan akhirat, sesungguhnya semua yang jauh dari Al Qur’an akan mengalami kesengsaraan Ruhani, walau dunia mereka miliki.
Betapa banyak mereka bunuh diri walau bergelimang harta, mereka harus hidup dengan gaya Ibis di tengah pulau, di gunung demi mencari kebahagiaan.
Artinya mereka mengalami gangguan psikologis yang sangat luar biasa, sekarang kita yang didepan kita ada Al Qur’an apakah akan mengalami kondisi ini?
Apakah kita akan terus mendustakan Al Qur’an hanya karena besarnya dunia kita, proyek bisnis yang besar, proyek akademi yang menggiurkan, dan keluarga yang sangat membahagiakan. Andaikan kita tetap mendustakan demi itu semua sungguh kesengsaraan dunia akhirat akan menghampiri diri kita.
Insan profetis adalah mereka yang yakin totalitas dengan konsepsi Al Qur’an, dia akan menurunkan Al Qur’an dalam konsep hidup, dan mengimplementasikan dalam ruang kehidupan secara nyata.
Merinding rasanya saya menulis ini, Karena sambil evaluasi diri, sudah seperti apa diri kita dengan Al Qur’an.
Seri Bahagia dengan Al-Qur’an!
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)