Hakikat Logika Penyembelihan Sapi

Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Musa berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata, “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir mereka tidak melaksanakan perintah itu.(Al Baqarah ayat 71)

Proses panjang pengungkapan kasus pembunuhan yang pernah saya jelaskan melalui pendekatan keyakinan (pembuktian kebenaran material) dengan media sapi sangat mengajak kita untuk merenungkan dan memikirkan, apa sebenarnya dibalik hikmah ilahiah ini.

Mengapa harus sapi sebagai media pengungkapannya?

Jika kita menggunakan logika munasabah atau bahkan siyaq dalam ilmu Al Qur’an (relevansi ayat dengan ayat), serta semua perintah Allah SWT pasti memiliki tujuan (maqasid) bahkan hikmah, maka tugas manusia mencari hal tersebut dengan segala potensi yang dimiliki.

Jika melihat relevansi ayat tersebut maka terkait sapi dapat dihubungkan dengan kasus penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Maka kasus kesalahan teologis yang dibangun oleh Samiri ini harus dihancurkan, Karena sifat pemahaman tidak akan hilang, kecuali ada pemahaman yang lebih meyakinkan dan rasional.

Dengan datangnya perintah Allah menyembelih sapi, sebagai kritik teologis bahwa Tuhan bukanlah sapi, yang bisa disembelih dan tidak memiliki daya apapun.

Bisa jadi ketidak mauan mereka menyembelih dengan banyak bertanya karakter sapi adalah masih kuatnya ideologi ketuhanan mereka akan sapi tersebut. Rasa hormat mereka kepada sapi, sehingga mereka banyak berkhilah dalam menghindari penyembelihan, yang akhirnya mereka mendapatkan kesulitan luar biasa dalam mencari sapi, karena spesifikasi yang sangat ketat, pasti akan berefek pda harga yang sangt mahal.

Demikianlah Allah SWT melakukan kritik teologis kepada manusia, agar mereka mau berfikir bahwa Tuhan tidaklah mati, tapi yang mematikan dan menghidupkan.

Hal ini juga pernah terjadi pada Ibrahim as, Ketika mendapatkan perintah menyembelih Ismail, hal ini adalah sebagai kritik teologis sosiologis, bahwa Tuhan tidak membutuhkan pengorbanan, apalagi manusia yang memiliki kehormatan luar biasa. Karena pada saat itu adalah masa dimana manusia banyak mengorbankan manusia sebagai tumbal kepada dewa Dewi mereka (helenisme), sehingga digantinya Ismail dengan domba adalah dialog sosiologis yang simbolistik, bahwa manusia dalam kehidupan sosial sangat terhormat, maka tidak pantas dikorbankan, maka yang pantas dikorbankan adalah kambing, akan tetapi bukan untuk Tuhan dagingnya tetapi untuk manusia. Karena hakikatnya Tuhan tidak membutuhkan daging dan seluruh anggota tubuh kambing.

Kritik teologis dan sosial yang dilakukan Allah SWT melalui Nabi Nya sangat menarik, bagi mereka yang memiliki akal. Karena menggungah dan menghancurkan segala keyakinan yang tidak rasional apalagi meyakinkan.

Mengapa Allah SWT menggunakan cara yang penuh nilai satire tersebut? Karena itu ujian bagi Bani Israil yang mengaku mereka Umat unggulan cerdas dan memiliki kemampuan luar biasa. Akan tetapi kesombongan mereka menutupi itu semua, sehingga mereka hanya terjebak dengn inderawi mereka kepada simbol bukan makna dari simbol tersebut. (ndu.edu.ng/)

Bahkan sampai hari ini di Indonesia bahkan di beberapa negara masih ada banyak manusia yang meyakini bahwa sapi adalah perwujudan Tuhan, sehingga mereka harus membuat ritus penyembahan kepada mereka, mereka menganggap sapi hewan yang sangat keramat dan membawa keberuntungan, maka mereka harus menghormati bahkan kotorannya menjadi berkah buat mereka.

Orang beriman tentu akan menjadikan ayat ini sebagai timbangan dalam membangun keyakinan dan rasionalitas sebuah keyakinan teologis, sehingga tidak akan terjebak pada ideologi yang bersifat materi, empiris, positivistik saja. Tetapi senantiasa berfikir di balik semuanya ada pelajaran yang sangt berharga dalam menambah keyakinan kepada Allah SWT.

Oleh sebab itu, dalam Islam dibolehkan menyembelih hewan sembelihan yang halal, karena mereka adalah bukan Tuhan, tetapi sajian Tuhan untuk kebahagiaan manusia.

Mengharamkan hewan sembelihan adalah kesalahan, karena hewan adalah rezeki Allah SWT yang harus di syukuri, dia akan menjadi kenikmatan bagi manusia.

Insan profetis tentu memiliki logika teologis ini, karena mereka adalah hanya menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan yang menjadikan sapi sebagai sembelihan bukan sesembahan. Bagaimana mungkin manusia yang memiliki kecerdasan menjadikan sapi sebagai sesembahan?

Seri Bahagia dengan Al-Qur’an
Penulis : Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)