
Opini UM Metro – Hampir setiap hari dan telah menjadi rutinitas yang dilakukan dipagi hari yaitu menengok televisi agar memperoleh informasi terbaru yang menjadi berita hangat hari itu. Beberapa saat melihat televisi, ada berita yang dikelempokkan dan bersambung karena serupa namun berbeda tempat. Yang menarik perhatian adalah dari sekian berita yang dikelompokkan, terdapat salah satu berita tentang rentetan terjadinya tawuran pemuda atau pelajar yang terjadi diberbagai tempat. Mirisnya adalah, terdapat juga korban jiwa akibat peristiwa tersebut karena memang pada saat tawuran banyak yang membawa senjata tajam. Melihat berita tersebut, Selaku pendidik merasa miris dan prihatin. Apa yang menyebabkan terjadinya hal itu, pelajaran yang tidak diajarkan di sekolah bahkan dipandang dan dinilai buruk banyak dipraktikkan oleh para pemuda atau pelajar diberbagai tempat. Apakah permasalahan ini hanya dibebankan pada dunia Pendidikan formal? Ataukah ada faktor dan pihak lain yang menyebabkan para pemuda atau pelajar tumbuh dan berkembang dengan budi pekerti yang kurang baik?.
Merujuk pada lingkungan belajar siswa yang tidak hanya dilingkungan sekolah, namun masyarakat dan keluarga bahkan saat ini lingkungan belajar siswa lebih luas serta global dengan kemajuan teknologi, akan memberikan gambaran bahwa ada lingkungan belajar siswa di luar sekolah yang berkontribusi membentuk budi pekerti anak. Anak akan terbentuk karakternya dimana terdapat pengaruh yang kuat terhadapnya. Diantara lingkungan belajar pembentuk karakter anak, seharusnya lingkungan keluarga yang paling kuat pembentuk karakter anak.
Menilik sejarah Pendidikan Indonesia, ada seorang tokoh Pendidikan yang hingga saat ini masih menjadi dasar pengembangan Pendidikan di Indonesia, dialah sosok Ki Hajar Dewantara. Dalam tulisan Ki Hajar Dewantara ada yang menjelaskan bahwa “keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya”.
Ki Hajar Dewantara telah memberikan penjelasanya bahwa dalam membentuk karakter baik seorang anak terutama pembentukan watak individual, keluarga menjadi tempat yang sempurna untuk melatih kecerdasan budi pekerti. Penurunan budi pekerti yang terjadi pada pemuda saat ini yang merupakan representasi dari hasil Pendidikan budi pekerti bisa jadi disebabkan karena existensi peran keluarga yang sudah mulai menurun dan pudar. Keluarga tidak lagi menjalankan peranya sebagai tempat yang baik untuk pendidikan moral anak. Keluarga sudah tidak lagi memberikan tuntunan dan contoh baik serta kenyamanan hidup untuk anak. Sehingga anak mencari tuntunan dan contoh lain yang kurang relevan dengan budi perkerti yang seharusnya. Peran keluarga sebagai “penuntun” anak menggapai kesempurnaan budi pekerti yang dimiliki sudah mengalami penurunan bahkan pudar. Minimnya Interaksi anggota keluarga sehingga tidak ada regenerasi budi pekerti antara orang tua kepada anak.
Hal ini banyak kita jumpai dikomunitas kecil yang disebut keluarga. Orang tua sibuk sendiri dengan pekerjaanya atau dengan kegiatan lain sebagai wahana menyibukkan atau menghibur diri. Bercengkrama dengan keluarga beserta anak-anak sangat terbatas bahkan tidak pernah dilakukan. Sehingga berdampak pada perkembangan budi pekerti anak yang menurun bahkan hilang. Anak seperti kehilangan jati dirinya untuk belajar budi pekerti. Keluarga sebagai ekosistem kecil yang bertujuan menyiapkan anak hidup di masyarakat dengan baik, tidak optimal dalam menjalankan peranya.
Padahal, Ki Hajar Dewantara juga mengingatkan pada kita semua bahwa “Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antara satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.”
Jelas sekali bahwa orang tua sebagai pendidik memiliki peran yang besar terhadap perkembangan budi pekerti anak. Sejauh mana peran orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya menjadi koreksi bersama. Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak dalam keluarga juga menjadi perhatian serius yang perlu segera dilakukan perubahan jika sudah tidak sesuai dengan aturan yang ada. Oleh karenanya, belajar dari beberapa pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat mengingatkan kembali akan pentingnya keluarga dalam menanamkan budi pekerti yang baik pada anak. Menumbukan kembali peran keluarga sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan karakter yang baik.
Oleh karenanya, agar dapat menghindarkan anak dari budi pekerti yang buruk, mari kita tumbuhkan kembali existensi keluarga sebagai ruang anak mendapatkan teladan, tuntunan dan pengajaran yang baik dengan terus belajar dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan karakter baik serta budi pekerti yang luhur melalui teladan yang diberikan. Meninjau dan berusaha mengimplementasikan kembali apa yang telah diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai landasan mendidik budi pekerti yang baik dilingkungan keluarga maupun dilingkungan Pendidikan formal.
Penulis: Bobi Hidayat, Dosen FKIP UM Metro