Bahagia dengan Al-Qur’an: Iman dan Kecerdasan
- 1 Juli 2021
- Posted by: Humas UM Metro
- Categories: Profetik, Uncategorized @id

Profetik UM Metro – Allah berfirman: “Apabila dikatakan kepada mereka.”Berimanlah kalian sebagaimana orang lain telah beriman.” Mereka menjawab, Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak mengerti (Al-Baqarah ayat 13). (https://baycities.com)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ” Waiza qila ” (apabila dikatakan), yakni kepada orang-orang munafik. Aminu kama amanan nasu, berimanlah kamu sekalian sebagaimana orang-orang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari berbangkit sesudah mati, surga dan neraka serta lain-lainnya yang telah diberitakan oleh Allah kepada orang-orang mukmin. Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dalam mengerjakan semua perintah dan meninggalkan semua larangan.
Qalu anuminu kama amanas sufaha-u; mereka menjawab, “Akankah kami disuruh beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Yang mereka maksudkan dengan “orang-orang yang bodoh” adalah para sahabat Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam.
Demikianlah orang-orang yang berpenyakit hati, yang menganggap bahwa keimanan adalah indikasi kebodohan, ketidakcerdasan.
Saat ini kita mengalaminya suatu kondisi bagaimana keimanan sering diidentikkan dengan orang-orang yang tidak rasional, karena mempercayai sebuah keyakinan yang tidak empiris.
Saat ini banyak manusia menjadikan rasionalitas untuk menjadikan dirinya ragu akan iman, ragu akan agama akhirnya melemahnya amal ibadah seseorang, karena cenderung meremehkan iman.
Hakikatnya iman adalah tanda kecerdasan seseorang, karena kecerdasan bukan hanya terkait masalah rasionalitas, tetapi juga spiritualitas.
Teori spiritual Quotien bahwa setiap manusia memiliki titik Ketuhanan (God spot) dalam dirinya, menunjukan bahwa seseorang yang memiliki keimanan adalah kecerdasan sangat luar biasa.
Seseorang yang memiliki keimanan akan menjadikan dirinya orang yang paripurna, karena memiliki kekuatan vertikal ilahiah dan horizontal insaniah. Sedangkan orang yang tidak beriman, walau memiliki kecerdasan intelektual dia akan mengalami kegelisahan sepanjang hidupnya, karena dia akan takut setelah kematiannya.
Sehingga saat ini ada informasi bagaimana ilmu pengetahuan mampu menghidupkan orang mati, ini adalah indikasi ketakutan nasib manusia setelah kematianya.
Bagi orang beriman, mereka akan memiliki ketenangan karena mengetahui apa yang terjadi setelah kematiannya. Rasullullah menyebut mereka sebagai orang super cerdas dengan sabdanya: “Manusia yang paling utama adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Manusia yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang berakal dalam riwayat lain: Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian, itulah orang yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsami)
Sehingga mereka menyiapkan dirinya untuk hari tersebut.
Insan profetis adalah insan yang cerdas intelektual dan cerdas spiritual, karena inti hidup mereka ada pada ruang spiritualnya. Ilmu yang mereka miliki dalam rangka menguatkan sisi spiritualnya, mengenal Tuhannya dan menjadi jalan akhir kehidupannya.
Insan profetis akan bangga dengan keimanan, bukan meremehkannya, walau keimanan itu jauh berbeda dengan rasionalitas dirinya. Karena keimanan diatas rasio manusia.
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)