Hidup Dimulia dan Dimanja

Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: Dan Kami berfirman, “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim” (Al Baqarah ayat 35).

Al Qur’an memang jalan kemuliaan dan jalan kemanjaan ilahi, karena siapapun dia yang mengikutinya dengan baik akan mendapatkan jaminan itu. Mungkin banyak yang bertanya, saya sudah baca Qur’an, bahkan mengamalkan Qur’an, tetapi masih susah saja? Maka jawabannya, dia belum terinternalisasi dengan Al Qur’an.

Mengapa pembahasan hari ini sedikit melow. Karena untuk menghadirkan suasana hati yang lebih dalam, bukan hanya menghidupkan logika.

Dalam ayat nampak jelas, bahwa manusia adalah makhluk yang paling dimulia dan dimanja oleh Allah swt. Setelah penciptaan Adam, setelah dipertunjukkan kepada malaikat dan iblis, kemudian Allah SWT memerintahkan Adam untuk tinggal bersama istrinya di dalam surga. Bahkan Allah SWT memberikan fasilitas surgawi berupa makanan dan minuman yang luar biasa, dan mendapatkannya dengan sangat mudah, tanpa kesulitan dan kesusahan.

Demikianlah fitrah manusia hidup, menjadi makhluk yang berpotensi dimuliakan dan dimanjakan. Kemuliaan dan kemanjaan didapatkan karena masih konsisten dengan fitrahnya, yaitu ketaatan kepada Allah SWT. Sehingga dalam Al Qur’an, Allah SWT menyampaikan bahwa ketaqwaan adalah syarat hadirnya rezeki yang tak terbatas, kemudahan solusi, dan keberkahan hidup. Akan tetapi ketika Adam mulai tidak konsisten ” mendekati pohon kedzaliman” maka Allah berikan kesusahan.

Sehingga dari ayat tersebut dapat difahami beberapa hal:

Yang pertama, fasilitas kemuliaan dan kemanjaan adalah ketaatan

Dalam ayat tersebut Allah menggunakan kalimat “Kami katakan” artinya kata kami adalah sifat rububiyah (perbuatan Allah SWT), yang menunjukan bahwa Allah SWT melakukan sesuatu dengan memerintahkan seluruh makhluk yang terkait, misal malaikat ataupun pelayan surga.

Demikianlah Allah memuliakan dan memanjakan manusia, Allah kerahkan semua fasilitas untuk manusia, bahkan langit dan bumipun diciptakan untuk manusia, Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 29 berfirman. “Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu.”

Menurut al-Syawkani substansi ayat di atas menjelaskan bahwa pemilik harta sesungguhnya adalah Allah. Dia yang mengadakan sekaligus meniadakannya sesuai dengan kehendak-Nya.

Sementara, Sayyid Quthb memahami bahwa substansi ayat ini menjelaskan bahwa Allah menciptakan seluruh yang ada di bumi ini untuk dikelola manusia demi kelangsungan kehidupannya. Dengan demikian keberadaan manusia di bumi memiliki peran yang sangat besar, yakni memanfaatkan sumber daya alam yang telah disiapkan.

Maka dapat difahami bahwa semua makhluk diciptakan untuk melayani manusia, akan tetapi pelayanan ini berlaku mutlak ketika manusia tetap dalam ketaatan. Dengan ketaatan kepada atura Allah SWT, maka Allah SWT akan menggerakkan semua makhluk untuk melayani manusia, seperti adam ketika di dalam surga. Tetapi sedikit saja manusia berani melawan ketaatan, Allah jauhkan dari kemuliaan dan kemanjaan tersebut.

Hal ini dapat difahami sebagai law of atraction (hukum tari menarik) atau ada sebuah buku membahas qur’anic law of atraction ( hukum tarik menarik dalam Al Qur’an), bahwa ketaatan totalitas hamba adalah penarik pelayanan alam semesta melalui ridho Allah SWT, sebagaimana dalam hadits qudsi:

Dari Abu Hurairah Ra, Nabi SAW bersabda:

“Apabila Allah Swt. mencintai seorang hamba-Nya, Dia memanggil Jibril ‘Sesungguhnya Allah Swt. mencintai si Fulan, maka cintailah dia.”Maka jibril mencintai hamba itu lalu Jibril berseru kepada penduduk langit, Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Maka seluruh penduduk langit mencintai hamba itu, kemudian orang itu pun djadikan bisa diterima oleh penduduk bumi.” (HR Al Bukhari-Muslim).

Demikianlah ketika Allah SWT sudah mencintai hambaNya, maka Allah SWT akan gerakan semua fasilitas alam semesta untuk memenuhi kebutuhan manusia. Maka tugas hamba adalah memenuhi ketaatan secara totalitas kepada Allah SWT.

Kedua, kesusahan dan kesulitan karena Pelanggaran aturan Allah SWT

Kisah Adam as telah menunjukan bahwa ketika dia mendekati pohon kedzaliman (syajaratu Dzulmi) maka Allah SWT usir Adam ke dunia, dan mengalami kesulitan demi kesulitan.

Kecerdasan Iblis yang iri dan dengki kepada manusia, membuat pengkaburan makna pohon, pohon kedzaliman yang dilarang oleh Allah SWT, diubah namanya menjadi pohon kekekalan (syajaratu khuldi). Prilaku inilah yang selalu dilakukan syetan, melakukan pengkaburan makna. Sehingga adam pun tergoda, karena sifat manusia ingin kekal dalam kebahagiaan. Tetapi syahwat manusia yang mengalahkan ketaatan ini berujung pada kemurkaan Allah SWT.

Pengkaburan (tasywih) adalah suatu strategi paling berbahaya, karena hal ini bisa dianggap baik, sehingga orang beriman akan terkecoh. Misal, sekarang banyak istilah yang mengaburkan konsepsi Islam, Jihad dianggap radikalisme Islam, sekulerisme sebagai awal modernisasi bahkan bahkan pluralisme dianggap toleransi tertinggi.

Bias istilah inilah penulis anggap cara ampuh untuk membuat konsepsi Islam semakin tidak original dan jauh dari nilai-nilai normativitas islam itu sendiri.

Sehingga dengan bias istilah ini, betapa umat Islam terjebak dengan dirinya sendiri, mereka  kesulitan mengamankan ajaran Islam dengan benar, sedangkan Islam adalah agama penuh Rahmat. Agama yang akan menghadirkan kemanjaan dan kemuliaan.

Contoh dalam hidup rumah tangga, ketika konsep Rijal qawam ala Nisa (laki laki adalah pemimpin bagi wanita) ditabrak dengan pola kesamaan hak dan kewajiban antara laki laki dan perempuan, maka bukan keadilah yang muncul, tapi kerusakan rumah tangga, karena antara laki laki dan perempuan sudah hilang rasa hormat dan sayang, adanya mitra kerja.

Dan masih banyak lagi tipu daya iblis yang mengaburkan konsep Islam, dan ikuti oleh umat Islam akhirnya harus mengalami kesulitan demi kesulitan.

Sehingga perlawanan kepada ketaatan adalah kunci kesusahan. Mungkin ada yang bertanya, mengapa negara yang notabene nya tidak beriman mengalami kemajuan? Maka jawabannya adalah, kemajuan fisik mereka dapatkan, tetapi kemajuan peradaban jiwa tidak akan mungkin, apalagi kemajuan spiritual. Karena sunnatullah, orang yang ingkar akan Allah SWT berikan kecukupan dunia, sebagai istidraj Allah SWT kepada mereka, sebagaimana dalam hadits:

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, Rasulullah saw bersabda: “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” Kemudian Rasulullah saw membaca ayat yang berbunyi, “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa (Qs Al-An’am: 44),” (HR. Ahmad).

Sehingga kemajuan dunia kadang menjadi jalan menipu syetan kepada manusia, sedangkan kemuliaan dan kemanjaan Allah tidak ditentukan dengan gemerlap dunia, tetapi lebih pada rasa syukur dan sabar, iman yang bertambah dan ketaqwaan. Maka dunia akan tunduk kepada manusia yang seperti itu.

Insan profetis adalah seseorang yang senantiasa konsisten pada ketaatan, menjaga fitrah kemuliaan dan kemanjaan, dan seoptimal mungkin menjauhi kedzaliman, karena kadzaliman awal kesusahan. Susah hidup lahir maupun batin.

Insan profetis hendaknya lebih jeli akan bias istilah yang terjadi saat ini, yang merasuk kesemua lini kehidupan manusia, baik ilmu pengetahuan, politik, sosial, budaya bahkan agama. Karena mereka menginginkan manusia jauh dari Tuhanya, jauh dari nabinya dan jauh dari segala kebaikan. Karena penipuan konseptual adalah cara paling mudah, apalagi dengan dasar riset dan otoritas seseorang yang diyakini atau suatu lembaga yang terpercaya.

Untuk selamat dari itu, hendaknya insan profetis selalu memohon bimbingan Allah SWT, agar selalu berada pada kebenaran sejati, dan mampu mencerahkan kehidupan manusia.

Seri Bahagia dengan Al-Qur’an!
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)