Laman Opini UM Metro – BULAN haji mulai tampak kedatangannya. Geliat pengikut datangnya bulan haji mulai muncul dan menampakkan batang hidungnya. Yang paling utama dan menyita perhatian orang banyak adalah tentang kegiatan ibadah haji. Orang yang mendapat giliran menunaikan ibadah haji sudah mulai bersiap untuk terbang ke Tanah Suci, Mekah.

Riuh haru terjadi pada saat sanak saudara menghantar saudaranya yang akan pergi haji. Apa ibrah yang dapat diambil dari menunaikan ibadah haji sehingga banyak manusia yang rela mengeluarkan biaya besar dan menunggu waktu lama untuk bisa pergi ke Tanah Suci?

Perintah Berhaji

Ibadah haji merupakan perintah Allah yang wajib dilaksanakan bagi yang mampu baik secara fisik maupun finansial sesuai dengan Alquran penggalan Surah Ali Imran Ayat 97 yang berbunyi, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Faktor ini menjadi penentu utama yang mendorong manusia menjalankan perintah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Perintah Allah yang wajib dijalankan oleh manusia apabila sudah memenuhi kemampuan secara fisik dan finansial. Meski demikian, belum tentu manusia yang sudah memiliki dua kemampuan ini lantas diberikan kemudahan dalam menjalankan perintah ini. Sebab, ada juga manusia yang memiliki berbagai alasan dan argumen yang menurutnya membenarkan dia untuk tidak atau belum wajib pergi haji.

Perintah haji tidak terlepas dari rangkaian peristiwa mulai dari Nabi Ibrahim as yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya yang kemudian diganti oleh Allah menjadi hewan sejenis domba. Hal ini digambarkan dalam Alquran Surah Ash-Shoffat ayat 102 yang berbunyi. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai, Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab, ‘Hai, Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Hingga rangkaian kegiatan haji yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw atas perintah Allah yang dituangkan dalam Alquran Surah Al-Baqarah Ayat 196—197. Rangkaian kegiatan inilah yang hingga saat ini dan entah sampai kapan rangkaian kegiatan itu dilakukan oleh umat muslim. Rangkaian kegiatan ini yang Allah jadikan sebagai salah satu wahana untuk menguji kekuatan iman, keikhlasan, dan kesabaran seorang muslim.

Dampak Pengiring Ibadah Haji

Menjalankan perintah haji tidak sekadar seremonial haji setelah menjalankan rukun dan syarat haji dianggap sudah selesai. Menjalankan perintah ibadah haji mengandung konsekuensi setelahnya yang mesti disadari oleh pelakunya. Konsekuensi sosial di masyarakat setelah pulang dari pergi haji.

Itu akan menjadi penting diperhatikan karena akan menjadi gambaran keberhasilan seseorang dalam menjalankan ibadah haji. Terjadi perubahan atau tidak ibadahnya setelah kembali dari menunaikan ibadah haji ataukah tetap atau bahkan lebih buruk ibadahnya daripada sebelum menjalankan ibadah haji menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam menjalankan ibadah haji seorang muslim.

Perintah ibadah haji akan penuh makna jika ada perubahan pada diri yang menjalankan ibadah haji. Semakin rajin salatnya, semakin dermawan dan bertambah kedermawanannya setelah pulang pergi haji, dan masih banyak lagi perubahan-perubahan yang diinginkan setelah pulang dari pergi haji.

Sebab, melakukan ibadah haji syarat dengan makna dari setiap apa yang dilakukan. Perlu peresapan hati dalam setiap kegiatan haji agar dapat membekas dan terus terbawa setelah pulang dari pergi haji, sehingga hati dapat merasakan kesejukan, kenikmatan, dan ketenteraman. Seolah-olah dunia tidak ada artinya dan akhirat seolah-olah sudah dekat dan nyata adanya di depan mata.

Dapat dijadikan renungan bagi kita semua. Betapa pentingnya perintah menjalankan ibadah haji. Banyak keutamaan dan pahala di dalamnya selain menjalankan kewajiban atas perintah Allah jika sudah diberikan kemampuan. Oleh karenanya, mari kita sama-sama berusaha untuk segera bisa menjalankan ibadah ini.

Walaupun harus menunggu bertahun-tahun, dengan tekad yang kuat insya Allah akan dimudahkan jalan kita untuk dapat menjalankan ibadah haji. Kita berniat untuk tidak hanya menggugurkan kewajiban saat kita mampu menjalankan ibadah haji, tetapi juga merupakan ukuran sejauh mana ketaatan dan ketebalan keimanan kita kepada Allah swt.

Pada akhirnya, tentu kita semua berdoa berharap jemaah haji yang akan pergi haji mendapatkan haji yang mabrur. Haji yang penuh dengan makna dan kebaikan. Haji yang dapat mengambil ibrah atau pelajaran dari setiap kegiatan ibadah hajinya. Haji yang dapat membawa dampak perubahan yang nyata dalam kehidupan dirinya, berkeluarga, bermasyarakat, dan yang lebih luas lagi dalam bernegara. Aamiin.

Penulis : Bobi Hidayat, M.Pd. (Dosen FKIP UM Metro)

Sumber : lampost.co

Tinggalkan Balasan