UM Metro – Sejarawan muda Universitas Muhammadiyah Metro, Kian Amboro, M.Pd. lagi-lagi merilis hasil pengamatannya mengenai jejak arsitektur Indis di Kota Metro di laman facebook pribadinya yang diterbitkan pada Minggu (25/3/18).

Kian Amboro, M.Pd. menerangkan dalam pengamatannya bahwa setidaknya ada 5 bangunan yang ia nilai memiliki jejak arsitektur Indis yang berlokasi di Kota Metro. Menurutnya ada beberapa hal yang menjadi ciri khas bahwa kelima bangunan tersebut memiliki karakter Indis atau bergaya kolonial. Berikut hasil rilisan Kian Amboro, M.Pd. selengkapnya:


Ada yang nampak berbeda jika kita sedikit mencermati beberapa sudut Kota Metro. Di tengah hiruk pikuk ramainya kota, pesatnya pertumbuhan pembangunan kota, ada yg tenang dan diam dalam kelampauannya. Sejumlah bangunan-bangunan yang kini tak lgi muda usianya, saksi bisu perjalanan panjang sejarah Kota Metro. Sederet bangunan tua bergaya kolonial, mungkin sama tuanya dg usia kota kolonisasi ini.

Meskipun belum ada hasil kajian/penelitian yang menyebutkan bahwa beberapa bangunan di Kota Metro adalah bangunan berarsitektur Indis atau bergaya kolonial, akan tetapi dari ciri-ciri yang nampak, mudah diidentifikasi.

Sepertinya keberadaan rumah-rumah berarsitektur kolonial/Indis ini belum semua terinventarisasi oleh Pemerintah Kota Metro, sehingga data lengkap yang pasti mengenai hal ini juga belum ada.

Istilah "Indis" adalah berasal dari "Nederlandsch Indie" atau Hindia Belanda. Bangunan-bangunan Indis sesungguhnya adalah bagian dari Budaya Indis. Pada mulanya bangunan dari orang-orang Belanda di Indonesia khususnya di Jawa, bertolak dari arsitektur kolonial yang disesuaikan dgn kondisi tropis dan lingkungan budaya setempat.

Sebagai fenomena historis, gaya hidup & budaya Indis sangat erat hubungannya dgn faktor politik kolonial. Situasi pemerintahan kolonial mngharuskan penguasa bergaya hidup, berbudaya, serta membangun gedung & rumah tinggalnya (landhuizen) mnggunakan ciri yang berbeda dgn rumah pribumi. Kebanyakan bangunan-bangunan itu berfungsi selain sebagai tmpat tinggal pejabat sipil dan militer, juga bangunan fasilitas sosial, & perkantoran administrasi (Soekiman, 2014:9-10)

Metro sebagai ibukota kolonisasi Sukadana (Sjamsu, 1956:47) tentunya memiliki peran yang sangat strategis sebagai pusat pemerintahan dimana Asisten Wedana berkedudukan. Tidak sulit menemukan bbrapa bangunan bergaya Indis di Metro, karena dari tampilan luar sangat berbeda dengan arsitektur saat ini.

Misal jika kita mau singgah di Jalan Jend. Sudirman no 137 (depan dealer Suzuki), kita akan mnjumpai bangunan lama yang tak berpenghuni. Pada bangunan ini ciri arsitektur kolonial nampak pada penggunaan batu alam pada dinding bgian depan, pintu terletak tepat di tengah diapit jendela di sisi kanan kiri, serta bentuk jendela yang geometris dilengkapi teritis agar air hujan tidak lngsung masuk ke dalam. Bangunan ini dilengkapi paviliun (bangunan tmbahan) di sisi kiri dan kanannya. Pada bagian atas pintu dijumpai sebuah cermin kecil, menandakan bangunan ini dimiliki oleh keluarga Tionghoa. Sayang sekali blm ada informasi tentang riwayat bangunan antik ini.

Masih di Jalan Jend. Sudirman (samping bekas dealer Yamaha, sblum Bank BCA) ada bangunan tinggal brwarna hijau yang unik. Beberapa sumber menyebutkan bahwa bangunan hunian dengan gaya arsitektur tersebut, disebut dengan Rumah Jengki. Rumah dgn gaya arsitektur Jengki ini dapat dijumpai di Jalan Jend. Sudirman, Kota Metro. Rumah ini berciri khas atap pelana, bangunan asimetris, biasanya terdapat batuan alam yang menempel di dinding, serta adanya lubang angin di bagian dinding atas.

Pengaruh Barat juga terlihat dari pintu yg terletak tepat di tengah diapit dengan jendela-jendela pada sisi kiri dan kanan, dan adanya bangunan samping (bijgebouwen) berbentuk huruf "L" atau "U".

Bangunan lainnya adalah, bangunan bekas rumah tinggal mantri kesehatan di Metro ketika awal kolonisasi (1935). Bangunan ini terletak persis berhadapan dengan RSUD A. Yani Kota Metro. Ciri bangunan berarsitektur kolonial dapat juga dijumpai pada bangunan ini. Kondisi bangunan kini tertutup pagar yang cukup tinggi dan tertutup rimbunnya pepohonan. Tak jauh dari situ, ada salah satu bangunan Kantor RSUD Jend. Ahmad Yani, Kota Metro. Keunikan bangunan ini dibandingkan bangunan disekitarnya adalah keberadaan lubang-lubang angin berbentuk bulat pada bagian atas dan keberadaan teritis di atas pintu dan jendela mnjadi salah satu ciri bangunan berarsitektur kolonial.

Lubang-lubang angin ini sangat mirip dengan bentuk lubang "bestion" di benteng-benteng pertahanan Belanda, utk mengintai atau menempatkan senjata. Untuk saat ini belum diketahui juga bagaimana riwayat bangunan ini.

Arsitektur kolonial juga dapat diamati pada bangunan Rumah Sakit Bersalin Santa Maria, Kota Metro. Dahulu pada tahun 1938 adalah bangunan klinik kesehatan yakni Roomsch Katholieke Missie. Tidak hanya beberapa bangunan tersebut sja, masih banyak lagi bangunan di Kota Metro yg bergaya Indis/kolonial dan menarik dicermati dari sisi sejarahnya. Tidak hanya dari sisi bangunan, Pasar Malam yang menjadi ciri khas Kebudayaan Indis juga dijumpai di Kota Metro. Even tahunan ini rutin diselenggarakan ketika memperingati hari jadi Kota Metro.

Arsitektur Indis tidak hanya berlaku untuk tempat tinggal semata tetapi mencakup bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung perkumpulan, pertokoan, dan lain-lain. Bangunan-bangunan berarsitektur Indis juga tidak selalu dimiliki oleh pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Gaya arsitektur yang mewakili status sosial tinggi dalam masyarakat mnjadikan gaya bangunan Indis sebagai standar bagi kelas masyarakat yg berkecukupan, terutama pedagang dan etnis tertentu, agar mereka juga mendapatkan kesan status sosial yg tinggi layaknya pejabat pemerintah (penguasa) atau priyayi.

Jika kita mau melihat lebih jeli dan meluaskan pandangan, sesungguhnya keberadaan beberapa bangunan ini bukan sekedar warisan rongsokan masa lalu yg membebani perkembangan kota modern, tetapi dapat juga bermanfaat sebagai aset di masa sekarang dan di masa depan.

Warisan sejarah ini menjadi penting bagi Kota Metro yg memiliki visi Kota Pendidikan dan Wisata Keluarga. Jika warisan masa lampau ini mendapat perhatian yang lebih, dan dapat dikemas dgn baik sangat potensial dikembangkan menjadi program wisata edukasi sejarah, seperti halnya kota-kota kolonial di Jakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Pontianak, Makassar dan kota-kota lainnya di Indonesia yang mampu mengambil pelajaran dan memanfaatkan dengan bijak warisan sejarahnya.

(AL-Bayurie¦Hum)

Tinggalkan Balasan